Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yusril: Jika Dibawa ke MK, Polri Lebih Kuat

Kompas.com - 06/08/2012, 14:17 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara Yusril Izha Mahendra menilai posisi Kepolisian lebih kuat dibanding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) jika sengketa kewenangan penanganan perkara dugaan korupsi di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri dibawa ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Saya melihat lebih kuat polisi," kata Yusril seusai dimintai pandangan oleh Polri di Divisi Hukum di Kompleks Mabes Polri, Jakarta, Senin (6/8/2012).

Selain Yusril, Polri juga meminta pandangan pakar hukum pidana Romli Atmasasmita. Hadir dalam pertemuan itu Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Sutarman dan dua pengacara tersangka Inspektur Jenderal Djoko Susilo, yakni Hotma Sitompul dan Juniver Girsang.

Yusril mengatakan, posisi Polri lebih kuat lantaran kewenangannya diatur dalam UUD 1945, yakni Pasal 30 ayat 4. Dalam ayat itu disebutkan Polri bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, dan menegakkan hukum. Adapun KPK, kata dia, hanya diatur setingkat undang-undang, yakni UU Nomor 30/2002.

"Sekarang bisakah suatu lembaga yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945 (Polri) dicaplok oleh lembaga (KPK) yang kewenangannya diberikan oleh undang-undang? Kalau nanti dibawa ke MK, kita lihat argumentasi KPK seperti apa," kata mantan Menteri Kehakiman itu.

Selain itu, menurut Yusril, perlu juga dilihat institusi mana yang lebih dulu melakukan penyelidikan perkara dugaan korupsi pengadaan alat simulasi roda dua dan empat untuk ujian surat izin mengemudi (SIM). Jika Kepolisian lebih dulu, kata dia, maka KPK tidak bisa mengambil alih perkara itu.

"Mabes Polri katakan lebih dulu. KPK juga mengatakan lebih dahulu. Makanya dibuktikan di pengadilan siapa yang lebih dahulu. Kalau tidak bisa ditengahi lagi, maka harus menyelesaikan masalah ini ke MK. Biar MK yang putuskan apakah perkara ini di polisi atau KPK," kata Yusril.

Seperti diberitakan, polemik itu terjadi setelah Polri menetapkan lima tersangka dalam perkara itu. Tiga di antaranya juga telah ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK. Ketiganya yakni Wakil Kepala Korlantas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Didik Purnomo sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek.

Dua lainnya adalah pemenang tender, yakni Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) Budi Susanto dan saksi kunci dalam perkara itu, yakni Direktur Utama PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) Sukoco S Bambang.

Perbedaannya, KPK juga menjerat Djoko selaku Kepala Korlantas saat itu. Adapun Polri juga menjerat bendahara Korlantas Kompol berinisial LGM.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com