Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisa Berlanjut Cicak Vs Buaya Jilid II

Kompas.com - 03/08/2012, 12:00 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar kepolisian, Bambang Widodo Umar, menilai tarik-menarik kasus dugaan korupsi pengadaan simulator kendaraan roda dua dan empat di Korps Lalu Lintas Polri berpotensi membuka lagi pertarungan "cicak lawan buaya" jilid II.

"Masyarakat dapat menilai bahwa pihak kepolisian cenderung egois karena tidak ingin kasus pengadaan SIM tersebut diurus oleh KPK. Pasti jika hal ini terus dibiarkan, maka berpotensi akan menjadi konflik semacam Cicak Vs Buaya karena KPK disakiti oleh kepolisian," ujar Bambang Widodo Umar, yang juga dosen Kriminologi Universitas Indonesia, saat dihubungi di Jakarta, Jumat (3/8/2012).

Bambang mendesak Kepala Polri Jenderal (Pol) Timur Pradopo untuk segera mengambil sikap tegas menyelesaikan masalah sengketa penyidikan dugaan korupsi simulator SIM di tubuh Korlantas agar tidak terus berlarut.

Menurut dia, Polri harus arif dan bijaksana menyikapi hal tersebut dengan menyerahkan wewenang penyidikan kepada KPK sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2012 tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Dia menjelaskan bahwa Polri harus mengikuti hukum yang berlaku, yaitu UU Tipikor.

Sebagai aparat penegak hukum, Polri harus menyingkirkan gengsi agar di antara sesama penegak hukum, yaitu KPK dan Polri, tidak terjadi konflik dalam proses penyidikan.

"Polri jika sungguh-sungguh menyatakan diri anti-KKN. Maka dari itu, serahkan sepenuhnya penyidikan ke KPK karena jika Polri tetap bersikukuh, maka ada tebang pilih," ucapnya.

Ia mengkritik tudingan dari Hotma Sitompul, pengacara Irjen Djoko Susilo, bahwa salah satu tersangka yang ditetapkan KPK dalam kasus ini, yang menyatakan bahwa penetapan kliennya sebagai tersangka korupsi simulator SIM oleh KPK dan penggeledahan KPK di Korlantas merupakan pelanggaran hukum dan tidak sesuai etika.

Hotma harus dapat membuktikan bahwa tindakan penggeledahan yang dilakukan KPK dan penetapan Djoko Susilo sebagai tersangka menyalahi KUHAP.

"Ada kemungkinan besar bahwa pernyataan dari pengacara Djoko Susilo justru dapat memperkeruh suasana.

Ia berharap Kapolri hendaknya tidak terpancing oleh pernyataan dari pengacara Djoko Susilo. Jika Kapolri terpancing, maka genderang perang "Cicak lawan Buaya" siap untuk ditabuh lagi.

Menurut dia, polisi sudah saatnya untuk berpikir jernih dan memiliki hati nurani. Selain tidak arif, pernyataan dari para pengacara Djoko Susilo tersebut menurutnya turut pula berpotensi meruncingkan keadaan.

Ia menerangkan, KPK memiliki kewenangan untuk mengambil alih penyidikan karena kasus korupsi yang dihadapi bernilai lebih dari Rp 1 miliar.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

    Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

    Nasional
    May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

    May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

    Nasional
    Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

    Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

    Nasional
    Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

    Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

    Nasional
    Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

    Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

    Nasional
    Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

    Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

    Nasional
    Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

    Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

    Nasional
    Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

    Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

    Nasional
    Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

    Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

    Nasional
    Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

    Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

    Nasional
    Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

    Pakai Dana Kementan untuk Pribadi dan Keluarga, Kasus Korupsi SYL Disebut Sangat Banal

    Nasional
    'Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?'

    "Brigadir RAT Sudah Kawal Pengusaha 2 Tahun, Masa Atasan Tidak Tahu Apa-Apa?"

    Nasional
    Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

    Prabowo: Selamat Hari Buruh, Semoga Semua Pekerja Semakin Sejahtera

    Nasional
    Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

    Peringati Hari Buruh Internasional, Puan Tekankan Pentingnya Perlindungan dan Keadilan bagi Semua Buruh

    Nasional
    Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

    Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com