Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Didesak Bentuk Peradilan HAM Ad Hoc

Kompas.com - 27/07/2012, 13:28 WIB
Kontributor Medan, Mei Leandha

Penulis

MEDAN, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didesak untuk segera membentuk peradilan HAM Ad Hoc berdasarkan rekomendasi DPR, demi menuntaskan kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Hal tersebut disuarakan Komite Aksi Korban Pelanggaran HAM 1965 (KKP HAM 65) yang menjadi wadah para korban pelanggaran HAM di Sumatera Utara.

"Mendesak Presiden membuat kebijakan politik untuk memberikan rehabilitasi, kompensasi, dan restitusi kepada seluruh korban pelanggaran HAM 1965-1966. Serta mendukung hasil penyelidikan Komnas HAM terhadap peristiwa pelanggaran HAM berat 1965-1966," tegas Jiman Karokaro selaku Ketua KKP HAM 65, Jumat (27/7/2012).

Laki-laki korban peristiwa 65 ini mengatakan, KKP HAM 65 Sumut beranggotakan lebih dari 12.000 jiwa yang tersebar di 24 kabupaten/kota di Sumut, ditambah Lembaga Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU), LENTERA Rakyat, OPPUK, KONTRAS Sumut, dan IKOHI Sumut. Kesemua organisasi itu mendesak pengusutan tuntas peristiwa pelanggaran HAM berat 1965-1966 melalui mekanisme pengadilan HAM Ad hoc.

Alasannya, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melalui Tim Penyelidik Ad Hoc secara Pro Justitia yang telah dibentuk dan bekerja sejak tahun 2008 untuk menyelidiki kasus kejahatan HAM peristiwa 1965-1966, dan merekomendasikan hasil penyelidikannya kepada Kejaksaan Agung. Di dalamnya disebutkan, terdapat sembilan bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan yakni; pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan fisik, penyiksaan, perkosaan, penganiayaan, dan penghilangan orang secara paksa.

Komnas HAM juga menggolongkan peristiwa 65 sebagai pelanggaran HAM berat karena terjadi secara sistematis dan meluas meliputi seluruh wilayah di Indonesia. Hasil penyelidikan dan rekomendasi tersebut di atas, yakni kejahatan yang terjadi secara sistematis dan meluas merupakan syarat terjadinya pelanggaran HAM berat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM.

Dalam Pengadilan HAM ada kewajiban hukum untuk menuntaskan pelanggaran HAM di masa lalu. Hasil penyelidikan dan rekomendasi tersebut sekaligus merupakan syarat dibentuknya pengadilan HAM Ad Hoc sebagaimana diatur dalam undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. "Oleh sebab itu, pelanggaran HAM berat 65 harus diusut secara tuntas melalui peradilan HAM Ad Hoc agar para pelaku pelanggaran HAM mendapatkan hukuman yang setimpal dan hak para korban dapat dipulihkan dalam mekanisme rehabilitasi, kompensasi dan restitusi," tegas Jiman. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

Nasional
Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com