Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

LSM Desak Kanselir Jerman Tinjau Ulang Penjualan Leopard

Kompas.com - 09/07/2012, 21:13 WIB
Aditya Revianur

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Koalisi Lembaga Swadaya Masyarakat yang bergerak dalam masyarakat sipil untuk reformasi sektor keamanan mendesak Kanselir Jerman Angela Merkel meninjau ulang penjualan seratus unit tank Leopard ke Indonesia. Koalisi LSM tersebut menilai bahwa pembelian tank Leopard tersebut tidak tepat karena melanggar kebijakan postur pertahanan Republik Indonesia tahun 2007 yang berlaku hingga 2029.

"Kami (koalisi LSM) harap Pemerintah Jerman, yang diwakili Angela Merkel, meninjau ulang penjualan seratus Leopard ke Indonesia karena pembelian tank berat itu tidak termasuk dalam kebijakan pembangunan postur pertahanan yang berlaku hingga 2029," ujar Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti, Senin (9/7/2012) di Jakarta.

Koalisi yang terdiri dari Imparsial, Kontras, Elsam, LBH Jakarta, HRWG, IDSPS, Lespersi, dan Ridep Institute tersebut menilai bahwa pelanggaran itu merupakan bentuk inkonsistensi pemerintah yang menunjukkan karut-marutnya pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) di Indonesia. Koalisi tersebut menyatakan, kondisi kesejahteraan prajurit TNI yang saat ini dalam kondisi memprihatinkan seharusnya menjadi pertimbangan serius dan hati-hati bagi pemerintah dalam memodernisasi pertahanan.

Koalisi LSM juga menyayangkan jika tank Leopard ditempatkan di daerah perbatasan. Persoalannya adalah infrastruktur di daerah itu selama ini tidak dibangun untuk menopang kekuatan pertahanan Indonesia. Lebih jauh, keinginan untuk menempatkan main battle tank (MBT) Leopard di wilayah perbatasan, salah satunya di Papua, dikhawatirkan akan menjadi alat untuk menekan rakyat Papua dengan cara-cara represif. Apalagi kondisi Papua saat ini sedang bergejolak sehingga bahaya sekali jika pembelian tank Leopad ini digunakan untuk menghadapi rakyat Papua. Hal itu dapat memicu pelanggaran HAM.

"Sangat mambahayakan sekali jika Leopard itu ditempatkan di Papua karena bisa mengakibatkan pelanggaran HAM dalam jumlah yang besar dan dapat memicu gejolak di Papua lebih meluas lagi. Angela Merkel seharusnya dapat berpikir ke arah sana dan mengkaji ulang pembelian Leopard itu," kata Koordinator Kontras Haris Azhar.

Haris menggarisbawahi bahwa kerja sama antara Jerman dan Indonesia dalam bidang pertahanan seharusnya disesuaikan dengan kebutuhan obyektif pertahanan Indonesia yang bergantung pada aspek maritim. Pertahanan Indonesia harusnya diperkuat pada lapisan angkatan laut dan udara.

Selain itu, perlu diperhatikan juga aspek penegakan HAM yang sampai saat ini belum menunjukkan tanda positif, seperti belum tuntasnya penyelesaian kasus pelanggaran HAM di sejumlah wilayah di Indonesia, baik di masa lalu maupun masa kekinian.

Pernyataan sikap dari koalisi LSM tersebut didasari oleh kunjungan Kanselir Jerman Anggela Markel ke Indonesia pada 10-11 Juli 2012 dalam upaya membangun kerja sama antara Jerman dan Indonesia, termasuk di bidang pertahanan. Pemerintah Indonesia di waktu yang sama membeli seratus unit MBT Leopard dari Jerman.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com