Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RUU Keperawatan Berpotensi Eksploitasi Perawat

Kompas.com - 22/05/2012, 22:30 WIB
Elok Dyah Messwati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Rancangan Undang-Undang Keperawatan harus bisa berperan sebagai pelindung mereka yang berprofesi sebagai perawat. Namun, RUU Keperawatan yang saat ini sedang dalam pembahasan panitia kerja DPR masih jauh dari harapan karena masih membuka peluang eksploitasi terhadap para perawat.

"Jika RUU ini disahkan, sejarah akan mencatat untuk pertama kali ini Republik Indonesia memiliki UU profesi tersebut," kata anggota Komisi IX DPR, Poempida Hidayatulloh, Selasa (22/5/2012), di Jakarta.

Menurut Poempida, RUU ini harus secara jelas memuat batasan-batasan mengenai hak, kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab seseorang perawat. Namun, RUU tersebut masih cenderung memberikan wewenang berlebih kepada organisasi profesi yang akan dikuasai oleh kelompok tertentu serta cenderung menciptakan tata birokrasi yang tidak sederhana bagi para perawat. Hal ini membuka peluang terjadinya eksploitasi bagi para perawat.

"RUU yang tengah dalam bahasan ini masih merupakan cerminan atau duplikat yang mirip dengan UU Kedokteran secara struktur. Secara kasatmata, memang profesi perawat selalu bersinggungan dengan profesi dokter. Namun, secara filosofi, kedua profesi itu tidak dapat disamakan. Masih diperlukan beberapa analisis yang lebih tajam untuk melengkapi RUU ini agar mendekati sempurna," kata Poempida.

Sementara itu, peneliti Lembaga Katalog Indonesia, Jamsari, berpendapat, semangat RUU Keperawatan adalah mengatur bagaimana anggota dan organisasi profesi bekerja dan berperilaku secara profesional. Menurut dia, yang penting di dalam RUU tersebut tetap mengikuti tata aturan dalam penyusunan peraturan perundang-undangan serta tidak menabrak rambu-rambu profesi yang lain.

"Artinya, regulasi profesi tersebut betul-betul untuk menguatkan profesi agar bekerja dan berpraktik sesuai kewenangan dan kompetensi dari anggota profesi yang diperoleh melalui pendidikan berjenjangnya. Dalam membuat regulasi agar tidak mendorong organisasi profesi dan anggota tersebut menabrak rambu-rambu, kewenangan, dan kompetensi profesi lain dalam menjalankan praktik profesinya," tutur Jamsari.

Berkaitan dengan praktik profesi strategis bidang kesehatan, Jamsari menyarankan, ada baiknya diarahkan agar bekerja secara berkolaborasi dalam satu fasilitas pelayanan kesehatan atau jejaring fasilitas kesehatan saling membutuhkan dan tidak mengambil fungsi dan peran masing-masing. Sebab, sebetulnya mereka saling membutuhkan untuk kesembuhan pasien atau kesehatan rakyat.

"Dalam era jaminan sosial kesehatan, sebaiknya semuanya berpraktik secara berkolaborasi dan berjejaring dalam fasilitas kesehatan terstandar dan bekerja sama dengan BPJS kesehatan," kata Jamsari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com