Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Profesi Arsiparis Masih Diabaikan di Indonesia

Kompas.com - 14/05/2012, 21:37 WIB
Lusiana Indriasari

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Profesi arsiparis (ahli arsip) belum dianggap penting di Indonesia. Mereka yang mengurusi tata kelola arsip, tidak mengerti seluk beluk pengarsipan. Padahal arsip merupakan asset penting milik negara.

Kondisi semacam ini sangat berpengaruh pada sulitnya publik mengakses informasi data dari arsip-arsip yang disimpan. Selain itu, penanganan arsip yang tidak benar menyebabkan arsip menjadi rusak, terselip, tidak terawat dan bahkan hilang.

Peneliti Utama Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Mona Lohanda, Senin (14/5/2012), mengatakan, kearsipan adalah bidang profesional yang membutuhkan tenaga ahli spesialis.

"Pemerintah beranggapan arsip itu sebagai barang yang tidak berguna, sehingga bisa dikelola siapa saja meski orang itu tidak mengetahui ilmu kearsipan," kata Mona.

Arsip memiliki nilai penting bagi kegiatan pendidikan seperti penelitian dan penulisan, terutama yang terkait dengan soal sejarah. Di ANRI yang menyimpan koleksi lebih dari 60.000 film dokumenter, tayangan berita televisi, dan film cerita buatan pemerintah ini penanganan koleksinya masih diabaikan.

Sebanyak 5.000 reel (gulungan) tayangan berita televisi milik TVRI dalam format video BCN yang diproduksi sejak tahun 1970, misalnya,  dibiarkan begitu saja tanpa bisa diakses.

Informasi penting yang sewaktu-waktu dibutuhkan itu, tidak bisa diakses karena ANRI tidak memiliki alat untuk memutar video tersebut.

Mona mengatakan, sebenarnya di beberapa negara seperti Jerman, Jepang, dan Australia masih memiliki alat pemutar video BCN tersebut. Kalau pemerintah mau, video yang disimpan di ANRI sebenarnya bisa dikirimkan ke negara-negara tersebut, agar informasinya bisa dibaca dan dialihmediakan.

"Saya pernah mendapatkan tawaran dari teman-teman di Jepang, Jerman, dan Australia untuk membantu alihmedia tanpa bayaran. Indonesia hanya menanggung biaya pengirimannya saja, namun sampai sekarang juga belum ada tindak lanjutnya," kata Mona.

Film-film yang tidak bisa dibaca itu kini ditumpuk begitu saja. Hal sama terjadi di Pusat Informasi dan Dokumentasi Perfilman (Sinematek) Indonesia. Karena tidak dikelola oleh ahlinya, publik sulit mendapatkan data dan informasi film yang disimpan di Pusat Informasi dan Dokumentasi (Sinematek) Indonesia.

Beberapa waktu lalu, Lintang Gitomartoyo, Asisten Pengembangan Program Restorasi Film Yayasan Konfiden, mengatakan, kesulitan mencari film Lewat Djam Malam untuk keperluan restorasi film di Italia.

Film tersebut ditemukan dalam tumpukan ratusan judul film dalam kondisi rusak, karena terkontaminasi karat dari kaleng penyimpanan dan mengandung tingkat keasaman tinggi.

Publik juga sulit mengakses film milik Sinematek, karena sebagian belum dialihmediakan sehingga tidak mungkin lagi diputar kembali karena rawan putus.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Panglima TNI Kunjungi Markas Pasukan Khusus AD Australia di Perth

Nasional
Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com