Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR, Mau Kau Apakan KPK?

Kompas.com - 09/03/2012, 11:23 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya boleh menangani kasus megakorupsi yang struktural, bukan individual. KPK harus fokus pada bidang pencegahan. Kasus di luar megakorupsi, penanganannya harus diserahkan kepada kepolisian dan kejaksaan.

Itulah wacana yang berkembang di Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat terkait revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, seperti diungkap Ketua Komisi III Benny K Harman.

Wacana itu muncul di tengah terus terjeratnya para politisi busuk DPR oleh KPK. Tak sedikit politisi di Komisi III menuding KPK hanya mengincar Dewan. Tudingan itu dilontarkan secara terbuka kepada pimpinan KPK dalam rapat kerja maupun di luar itu, terutama ketika kepemimpinan Busyro Muqoddas.

Benny pernah menyebut KPK bagai teroris yang membuat kerja Dewan tak tenang.

"Rasanya ini terorisme baru bagi anggota Dewan. Anggota Dewan hidup dalam suasana ketakutan yang sangat mendalam. Tapi kalau benar, kenapa mesti takut," kata Benny saat rapat konsultasi antara pimpinan DPR dan pimpinan KPK, Senin (3/10/2011).

Wacana yang berkembang dalam merevisi UU KPK menuai kritik. Publik langsung mengecap DPR hendak melemahkan KPK untuk menghilangkan ancaman ke depannya. Publik pun sinistis memandang rencana penindakan di tangan kepolisian dan kejaksaan jika melihat rekam jejak selama ini.

Sebagai contoh, hingga saat ini Polri hanya mampu menjerat satu penyuap terpidana Gayus Halomoan Tambunan, mantan pegawai pajak, yakni Roberto Santonius. Konsultan pajak itu menyuap Gayus senilai Rp 925 juta. Dari mana harta Gayus sekitar Rp 90 miliar lainnya? Tak jelas!

Kasus dugaan korupsi proyek pengadaan barang di Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pendidikan Nasional juga tak jelas penanganannya. Padahal, sudah dua tahun di tangan Polri. Ketika dipertanyakan, pernyataan akan ada tersangka selalu terucap sejak Kepala Bareskrim Polri dijabat Komjen (Purn) Ito Sumardi hingga beralih ke Komjen Sutarman.

Belum lagi rekam jejak terkatungnya penanganan kasus di tahap penyidikan. Contoh teranyar, kasus tersangka Zainal Arifin Hosein terkait dugaan pemalsuan surat penjelasan keputusan Mahkamah Konstitusi. Kepolisian menyebut belum cukup bukti sehingga kasusnya mandek. Jika demikian, apa dasar penetapan tersangka Zainal?

Lupa sejarah

Wakil Ketua DPR Pramono Anung mengaku ragu jika penindakan dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan.

"Kita tahu dalam beberapa hal kejaksaan dan kepolisian sudah 30 tahun lebih hal-hal itu tidak bisa dilakukan. Bukan saya tidak menyepakati kejaksaan dan kepolisian tidak diberdayakan. Itu semua harus diberdayakan. Tapi kan kita harus lihat untuk korupsi juga belum ada perubahan signifikan untuk perbaikan," kata Pramono.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani untuk Indonesia Ray Rangkuti mengatakan, dengan rencana pemangkasan penindakan di KPK, DPR lupa sejarah pembentukan KPK yakni merajalelanya korupsi dan ketidakberdayaan kepolisian dan kejaksaan.

Komisi III, kata Ray, juga tak melihat sikap kepolisian dan kejaksaan yang enggan memeriksa orang di pusat kekuasaan, seperti menteri dan anggota DPR yang masih aktif.

"KPK melakukannya," ucapnya.

Ray menilai wacana di DPR bahwa KPK hanya menangani kasus megakorupsi struktural, bukan individual, agar KPK tak lagi menyentuh anggota Dewan. Ketika penindakannya diserahkan ke kepolisian dan kejaksaan, tambah dia, penanganannya akan mudah diintervensi.

"Misalnya KPK hanya boleh tangani kasus di atas Rp 10 miliar, nanti korupsinya di bawah itu. Tapi dicicil, terus-menerus. Lalu nanti di kepolisian dan kejaksaan masih bisa di-cincay," kata Ray.

Ray menambahkan, dari segi kemampuan, kepolisian dan kejaksaan memang mampu menangani kasus korupsi. Seperti diketahui, sebagian pegawai KPK berasal dari dua institusi itu. Namun, Ray tak melihat ada kemauan dan perubahan dari kedua institusi itu.

Sebaiknya, Komisi III menguatkan semua institusi penegak hukum tanpa ada yang dilemahkan. Seperti saran Pramono, biarkan kepolisian, kejaksaan, dan KPK berlomba-lomba dalam pemberantasan korupsi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

    DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

    Nasional
    Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

    Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

    Nasional
    DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

    DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

    Nasional
    KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

    KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

    Nasional
    Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

    Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

    Nasional
    Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

    Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

    Nasional
    Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

    Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

    Nasional
    MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

    MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

    Nasional
    Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

    Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

    Nasional
    Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

    Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

    [POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

    Nasional
    Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

    Demokrat Anggap Rencana Prabowo Tambah Kementerian Sah Saja, asal...

    Nasional
    Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

    Indonesia Digital Test House Diresmikan, Jokowi: Super Modern dan Sangat Bagus

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com