Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penghilangan Ayat Tembakau Bukan Tindak Pidana

Kompas.com - 22/02/2012, 13:53 WIB
Imanuel More

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Kuasa Hukum Mabes Polri menilai tindakan tersangka menghilangkan dan mengubah ayat otentik dalam Undang-Undang Kesehatan bukan merupakan tindak pidana. Dalam duplik yang dibacakan Yusmar Latief, anggota tim kuasa hukum Mabes Polri di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (22/2/2012), dikatakan bahwa kesimpulan tersebut diambil berdasarkan telaah atas hasil penyidikan.

"Secara yuridis perbuatan tersangka yang diduga tindak pidana menghilangkan dan mengubah data otentik Pasal 113 Ayat 2 dan Ayat 3 menjadi Ayat 2 RUU tentang Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266 KUHP dan Pasal 263 KUHP bukan merupakan tindak pidana," kata Yusmar Latief membacakan duplik di persidangan.

Karena penghilangan ayat tembakau tersebut tidak dikategorikan sebagai tindak pidana, maka kuasa hukum menilai keluarnya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) yang dikeluarkan Mabes Polri atas kasus ini sudah sesuai prosedur. Menurut Yusmar, kesimpulan tersebut diambil sesuai dengan bukti-bukti berupa keterangan saksi-saksi, keterangan ahli dan barang bukti serta hasil gelar perkara tanggal 18 Maret 2010.

Sebelumnya, Koalisi Antikorupsi Ayat Rokok (KAKAR) mengajukan permohonan praperadilan ke PN Jaksel. Pihak termohon dalam kasus ini adalah Mabes Polri yang telah mengeluarkan SP3 atas tiga tersangka anggota DPR yang diduga terlibat dalam kasus ini. Mereka yang diduga terlibat dalam penghilangan sementara ayat yang menjelaskan tentang tembakau mengandung zat adiktif, masing-masing Ribka Tjiptaning, Aisyah Salekan, dan Maryani A Baramuli.

Tim advokasi KAKAR menilai perbuatan menghilangkan pasal tembakau itu merupakan perbuatan yang dilakukan dengan sengaja dan direncanakan oleh oknum-oknum anggota DPR tersebut. Hal itu terbukti dari adanya nota bertulis tangan diparaf oleh oknum anggota DPR. Alhasil, naskah RUU Kesehatan yang sampai ke tangan Sekretariat Negara untuk ditandatangani presiden berbeda dengan naskah yang disahkan sidang paripurna DPR.

Menanggapi pernyataan tersebut, dalam dupliknya tim kuasa hukum Mabes Polri menyatakan, berdasarkan gelar perkara pada tanggal 18 Maret, subyek hukum tidak memenuhi unsur Pasal 266 dan 263 KUHP. Dua unsur yang tidak terpenuhi, yakni "1) Kasus ini bukan merupakan tindak pidana, 2) kompetensinya ada di legislatif," tulis tim kuasa hukum dalam duplik.

Selain itu, RUU tentang Kesehatan dalam pandangan tim kuasa hukum, tidak dapat dikualifikasikan sebagai akta otentik. Apalagi, dalam UU Kesehatan Pasal 113 Ayat 2 yang sebelumnya hilang sudah tertera lagi. Dalam sidang yang dipimpin hakim tunggal Kusno, SH, pembacaan duplik dilanjutkan dengan pemeriksaan bukti-bukti tertulis. Sidang akan dilanjutkan Kamis (23/2/2012) besok dengan agenda pemeriksaan saksi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com