Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY Soroti Keputusan MA Menolak PK Antasari

Kompas.com - 14/02/2012, 06:04 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori Saleh mengatakan, keputusan Mahkamah Agung yang menolak peninjauan kembali (PK) perkara Antasari Azhar sudah diduga sebelumnya. Apalagi setelah MA menghapus delapan poin kode etik hakim dan menilai tidak ada masalah dengan hakim yang menangani kasus tersebut.

"Sudah diduga. Ini terkait ditolaknya rekomendasi KY," kata Imam kepada wartawan ketika dihubungi melalui telepon seluler, Senin (13/2/2012). Sebelumnya, KY mengeluarkan rekomendasi agar MA memeriksa tiga hakim yang menangani kasus Antasari karena ditengarai melakukan pelanggaran kode etik, tetapi hal tersebut ditolak MA.

Meskipun demikian, Anshori mengatakan, pihaknya tetap menghormati keputusan MA. Pihaknya akan mempelajari pertimbangan MA menolak PK tersebut. Ia tetap berharap keputusan MA tersebut benar-benar dilandasi alasan hukum yang dapat diterima. "Saya berharap putusan MA tersebut murni karena hukum yang ada," ucapnya.

Seperti diketahui, MA menolak permohonan PK Antasari. Putusan itu dijatuhkan oleh majelis yang terdiri dari Harifin A Tumpa, Komariah E Sapardjaja, Djoko Sarwoko, Hatta Ali, dan Imron Anwari. Dengan penolakan PK ini, Antasari Azhar tetap divonis 18 tahun. Hak ini sesuai putusan pengadilan tingkat pertama, yakni PN Jakarta Selatan, dan dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta, serta diperkuat kasasi MA. Antasari divonis terbukti merencanakan pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen.

Rekomendasi KY

Diberitakan sebelumnya, dalam rapat pleno pada Selasa (9/8/2011), KY memutuskan tiga hakim yang memimpin sidang Antasari telah melanggar kode etik hakim. Ketiga hakim itu adalah Ketua Majelis Herry Swantoro, Ibnu Prasetyo, dan Nugroho Setiadji. KY mengeluarkan rekomendasi untuk ditindaklanjuti di Majelis Kehormatan Hakim oleh Mahkamah Agung.

KY menengarai adanya indikasi pelanggaran kode etik yang dilakukan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memutus perkara pembunuhan terhadap Direktur PT Putra Rajawali Banjaran Nasruddin Zulkarnaen hingga kasasi di MA terkait dengan pengabaian bukti-bukti penting. Bukti tersebut, antara lain, keterangan ahli balistik dan forensik Abdul Mun’in Idris dan baju milik korban yang tidak dihadirkan dalam persidangan.

Untuk mengambil keputusan itu, KY telah meminta keterangan dari beberapa saksi terkait kasus ini, di antaranya ahli forensik Abdul Mun’in Idris; ahli balistik Maruli Simanjuntak; ahli TI (teknologi informasi) dari Fakultas Elektro Institut Teknologi Bandung, Agung Haryoso; dan juga kuasa hukum Antasari, Maqdir Ismail, termasuk tiga hakim yang memimpin sidang.

Namun, MA menolak menjalankan rekomendasi KY karena menggangap keputusan KY itu masuk ranah teknis yudisial dan mengintervensi kebebasan hakim dalam menjatuhkan putusan. KY pun menuding MA melindungi korps hakimnya. (Tribunnews.com/ Imanuel Nicolas Manafe)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

    KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

    Nasional
    PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

    PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

    Nasional
    Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

    Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

    Nasional
    Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

    Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

    Nasional
    Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

    Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

    Nasional
    MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

    MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

    Nasional
    Paradoks Sejarah Bengkulu

    Paradoks Sejarah Bengkulu

    Nasional
    Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

    Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

    Nasional
    Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

    Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

    Nasional
    Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

    Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

    Nasional
    Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

    Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

    Nasional
    Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

    Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

    Nasional
    Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

    Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

    Nasional
    Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

    Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

    Nasional
    Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

    Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com