Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Putusan Perdata dan Pidana Prita Berbeda?

Kompas.com - 12/07/2011, 11:44 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Slamet Yuwono, kuasa hukum Prita Mulyasari, terpidana kasus dugaan pencemaran nama baik RS Omni Internasional Serpong, menegaskan kembali kejanggalan yang ada dalam putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap Prita. Menurut Slamet, ada pertentangan antara putusan kasasi perdata dan pidana yang dikeluarkan MA.

Dalam putusan kasasi perdata, Prita dinyatakan tidak terbukti dari dugaan pencemaran nama baik dan bebas dari kewajiban membayar denda kepada RS Omni Internasional. Sementara dalam putusan pidana, Prita justru terbukti bersalah dan divonis enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun.

Perkara Prita secara perdata ditangani oleh tim hakim agung yang dipimpin langsung Ketua MA Arifin Tumpa. Dalam putusan kasasi perdata, hakim tidak menemukan niatan Prita untuk menghina dan menilai Prita hanya menyampaikan keluhan. Penilaian ini bahkan tercantum dua kali di amar putusan. Prita juga dinyatakan tidak memiliki itikad buruk untuk melakukan penghinaan.

Sementara itu, ujarnya, putusan pidana yang ditangani oleh tim hakim lain justru menyatakan bahwa Prita terbukti melakukan penghinaan. "Jadi di sini ada pertentangan antara perkara perdata dan pidana," ungkap Slamet di depan Komisi III DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (12/7/2011).

Menurut Slamet, ada yang mengatakan putusan perdata dan pidana berbeda karena menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun, Pasal 27 Ayat 3 UU ITE juga memiliki definisi yang sama tentang pencemaran nama baik dengan definisi dalam putusan perdata.

"Jadi di sini ada pertentangan. Jadi kami minta agar ada kepastian hukum agar hakim yang menangani pidana Bu Prita dengan register perkara nomor 882 dipanggil dan ditanya kenapa bisa membuat putusan seperti itu," katanya.

Kasus Prita kembali mencuat setelah pada 30 Juni lalu MA mengabulkan kasasi yang diajukan tim jaksa penuntut umum Pengadilan Negeri Tangerang terhadap putusan hakim PN Tangerang yang memvonis bebas Prita. Dengan demikian, Prita dinyatakan bersalah secara pidana di tingkat kasasi.

Sebelumnya, dalam perkara perdata melawan RS Omni, MA memenangkan Prita sehingga Prita bebas dari kewajiban membayar denda Rp 204 juta kepada rumah sakit tersebut.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

    Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

    Nasional
    Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

    Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

    Nasional
    Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

    Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

    Nasional
    Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

    Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

    Nasional
    Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

    Nasional
    Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

    Nasional
    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

    Nasional
    Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

    Nasional
    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

    Nasional
    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

    Nasional
    Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

    Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

    Nasional
    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

    Nasional
    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

    Nasional
    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

    Nasional
    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com