JAKARTA, KOMPAS.com — Slamet Yuwono, kuasa hukum Prita Mulyasari, terpidana kasus dugaan pencemaran nama baik RS Omni Internasional Serpong, menegaskan kembali kejanggalan yang ada dalam putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap Prita. Menurut Slamet, ada pertentangan antara putusan kasasi perdata dan pidana yang dikeluarkan MA.
Dalam putusan kasasi perdata, Prita dinyatakan tidak terbukti dari dugaan pencemaran nama baik dan bebas dari kewajiban membayar denda kepada RS Omni Internasional. Sementara dalam putusan pidana, Prita justru terbukti bersalah dan divonis enam bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun.
Perkara Prita secara perdata ditangani oleh tim hakim agung yang dipimpin langsung Ketua MA Arifin Tumpa. Dalam putusan kasasi perdata, hakim tidak menemukan niatan Prita untuk menghina dan menilai Prita hanya menyampaikan keluhan. Penilaian ini bahkan tercantum dua kali di amar putusan. Prita juga dinyatakan tidak memiliki itikad buruk untuk melakukan penghinaan.
Sementara itu, ujarnya, putusan pidana yang ditangani oleh tim hakim lain justru menyatakan bahwa Prita terbukti melakukan penghinaan. "Jadi di sini ada pertentangan antara perkara perdata dan pidana," ungkap Slamet di depan Komisi III DPR RI di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (12/7/2011).
Menurut Slamet, ada yang mengatakan putusan perdata dan pidana berbeda karena menggunakan UU Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Namun, Pasal 27 Ayat 3 UU ITE juga memiliki definisi yang sama tentang pencemaran nama baik dengan definisi dalam putusan perdata.
"Jadi di sini ada pertentangan. Jadi kami minta agar ada kepastian hukum agar hakim yang menangani pidana Bu Prita dengan register perkara nomor 882 dipanggil dan ditanya kenapa bisa membuat putusan seperti itu," katanya.
Kasus Prita kembali mencuat setelah pada 30 Juni lalu MA mengabulkan kasasi yang diajukan tim jaksa penuntut umum Pengadilan Negeri Tangerang terhadap putusan hakim PN Tangerang yang memvonis bebas Prita. Dengan demikian, Prita dinyatakan bersalah secara pidana di tingkat kasasi.
Sebelumnya, dalam perkara perdata melawan RS Omni, MA memenangkan Prita sehingga Prita bebas dari kewajiban membayar denda Rp 204 juta kepada rumah sakit tersebut.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.