Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nazaruddin Dicopot dari Bendahara Umum

Kompas.com - 23/05/2011, 22:05 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Dewan Kehormatan Partai Demokrat memutuskan untuk memberhentikan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin.

Hal tersebut diungkapkan Sekretaris Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin dalam konferensi pers yang juga dihadiri beberapa anggota Dewan Kehormatan lainnya, seperti Jero Wacik serta EE Mangindaan, dan Ketua Bidang Informasi Partai Demokrat Andi Nurpati di Kantor DPP Demokrat, Jakarta, Senin (23/5/2011) malam.

"Dewan Kehormatan Partai Demokrat telah bersidang setelah mendengar dari berbagai pihak, termasuk keterangan dari Nazaruddin sendiri. Oleh karena itu, dalam konferensi pers ini, kami memutuskan untuk memberhentikan atau membebastugaskan Nazaruddin sebagai Bendahara Umum Partai Demokrat," ujar Amir.

Ia menambahkan, keputusan tersebut diambil pihaknya setelah mempertimbangkan beberapa hal. Ia menuturkan, pertimbangkan tersebut berdasarkan berbagai laporan masyarakat dan pemberitaan miring dalam kasus-kasus yang menimpa Nazaruddin.

Menurut dia, pemberitaan tersebut telah menempatkan Partai Demokrat dalam kondisi yang tidak menguntungkan. "Selain itu, keterlibatan Nazaruddin dalam berbagai kasus hukum dan etika dalam prinsipnya sering berkutat dengan keuangan. Dan hal itu sangat tidak baik bagi partai maupun yang bersangkutan sendiri," ujar Amir.

Namun, lanjut Amir, keputusan tersebut tidak memengaruhi posisi Nazaruddin sebagai anggota DPR Komisi VII. Menurut dia, Nazaruddin hanya melanggar Pasal 15 Anggaran Dasar Rumah Tangga (ADRT) Partai Demokrat terkait kode etik.

"Kami menilai, pelanggaran tersebut hanya pelanggaran kode etik dan status Saudara Nazaruddin masih tetap sebagai anggota DPR," tukasnya.

Pengumuman ini merupakan keterangan resmi Dewan Kehormatan kepada publik setelah bekerja sekitar dua minggu untuk menindaklanjuti dugaan keterlibatan Nazaruddin dalam kasus suap proyek pembangunan wisma atlet SEA Games.

Pengumuman ini digelar pada hari ketiga setelah Jumat pekan lalu Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD memberikan informasi kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai pemberian uang 120.000 dollar Singapura oleh Nazaruddin kepada Sekjen Mahkamah Konstitusi.

Pemberian ini diduga merupakan suap atau gratifikasi. Presiden SBY langsung menggelar jumpa pers pada hari yang sama setelah menerima kedatangan Mahfud itu. Dalam wawancaranya di Metro TV, Mahfud mengungkapkan, pemberian uang itu terjadi pada September 2010.

Sehari setelah diterima, uang tersebut langsung dikembalikan ke kediaman Nazaruddin. Mahfud mengaku telah melaporkan kepada Presiden SBY pada November 2010. Ia berharap hal tersebut bisa diselesaikan di internal Partai Demokrat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

    Sekjen PBB: Yusril Akan Mundur dari Ketum, Dua Nama Penggantinya Mengerucut

    Nasional
    Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

    Sekjen DPR Gugat Praperadilan KPK ke PN Jaksel

    Nasional
    Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

    Gaduh Kenaikan UKT, Pengamat: Jangan Sampai Problemnya di Pemerintah Dialihkan ke Kampus

    Nasional
    15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, 'Prof Drone UI' Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

    15 Tahun Meneliti Drone AI Militer, "Prof Drone UI" Mengaku Belum Ada Kerja Sama dengan TNI

    Nasional
    Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan 'Hardware'

    Pengembangan Drone AI Militer Indonesia Terkendala Ketersediaan "Hardware"

    Nasional
    Indonesia Harus Kembangkan 'Drone AI' Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

    Indonesia Harus Kembangkan "Drone AI" Sendiri untuk TNI Agar Tak Bergantung ke Negara Lain

    Nasional
    Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

    Tak Kunjung Tegaskan Diri Jadi Oposisi, PDI-P Dinilai Sedang Tunggu Hubungan Jokowi dan Prabowo Renggang

    Nasional
    Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

    Tingkatkan Kapasitas SDM Kelautan dan Perikanan ASEAN, Kementerian KP Inisiasi Program Voga

    Nasional
    9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

    9 Eks Komisioner KPK Surati Presiden, Minta Jokowi Tak Pilih Pansel Problematik

    Nasional
    Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

    Tak Undang Jokowi di Rakernas, PDI-P Pertegas Posisinya Menjadi Oposisi

    Nasional
    Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

    Bea Cukai: Pemerintah Sepakati Perubahan Kebijakan dan Pengaturan Barang Impor

    Nasional
    Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

    Setelah Mahasiswa, DPR Buka Pintu untuk Perguruan Tinggi yang Ingin Adukan Persoalan UKT

    Nasional
    Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

    Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pengamat: Hubungan Sudah “Game Over”

    Nasional
    Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

    Jokowi Tak Diundang Rakernas PDI-P, Pengamat: Sulit Disatukan Kembali

    Nasional
    UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

    UKT Mahal, Komisi X Minta Dana Pendidikan Juga Dialokasikan untuk Ringankan Beban Mahasiswa

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com