Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasal Krusial Kode Etik DPR Hilang

Kompas.com - 18/02/2011, 14:14 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mengatakan, ada empat pasal krusial dalam Rancangan Peraturan Kode Etik DPR RI yang tidak diatur secara jelas. Oleh karena itu, menurutnya, wajarlah kalau ditolak pengesahannya dalam paripurna Rabu lalu.

"Rancangan revisi kode etik DPR yang kemarin telah diparipurnakan sudah selayaknya ditolak. Rancangan yang merupakan oleh-oleh hasil studi banding ke Yunani dan Mesir pada kenyataannya malah lebih buruk daripada kode etik DPR No 16 Tahun 2004," kata Ray kepada wartawan, kemarin sore.

Ray mengatakan, empat pasal yang tidak tegas lagi diatur di draf yang baru adalah Pasal 9 Ayat (2) tentang larangan penggunaan fasilitas perjalanan dinas untuk kepentingan di luar tugas kedewanan, Pasal 11 tentang larangan menerima imbalan, gratifikasi atau hadiah dari pihak lain, Pasal 14 mengenai larangan penggunaan jabatan untuk cari kemudahan dan keuntungan pribadi, serta Pasal 15 mengenai larangan melakukan perangkapan jabatan sesuai peraturan perundang-undangan.

Padahal, lanjutnya, pasal-pasal ini berkaitan erat dengan pengelolaan jabatan, anti korupsi, kolusi, dan nepotisme serta prinsip transparansi. "Jelas pasal-pasal itu merupakan penegakan atas prinsip-prinsip anti-KKN, suap, dan rangkap jabatan hilang tanpa bekas. Ditambah dengan pasal tentang ketidakhadiran fisik yang awalnya 3 kali menjadi 6 kali. Jelas konsep kode etik ini bertujuan menciptakan DPR yang akan mudah terjerat praktik KKN, suap, dan rangkap jabatan, melegalkan kemalasan anggota DPR untuk sidang, dan rapat di DPR makin menjadi-jadi," katanya.

Dengan demikian, Ray mengkhawatirkan proses menyelesaikan prolegnas RUU akan terhambat dan rapat atau sidang yang tak kuorum kemungkinan akan menjamur. Proses keterlibatan anggota DPR dalam menyusun RUU diperkirakan akan makin rendah. "Poin tentang larangan ke tempat pelacuran dan perjudian bukanlah kemajuan utama kode etik ini. Bahkan pasal ini seolah ingin membarter kelemahan prinsip dan substansi pengaturan lain dengan norma-norma transenden dan sosial," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

    Pasal dalam UU Kementerian Negara yang Direvisi: Jumlah Menteri hingga Pengertian Wakil Menteri

    Nasional
    Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

    Jokowi Disebut Tak Perlu Terlibat di Pemerintahan Mendatang, Beri Kedaulatan Penuh pada Presiden Terpilih

    Nasional
    Kekayaan Miliaran Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

    Kekayaan Miliaran Indira Chunda, Anak SYL yang Biaya Kecantikannya Ditanggung Negara

    Nasional
    LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus 'Justice Collaborator'

    LPSK dan Kemenkumham Bakal Sediakan Rutan Khusus "Justice Collaborator"

    Nasional
    Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

    Alasan Dirut Pertamina Karen Agustiawan Hadirkan JK sebagai Saksi Meringankan

    Nasional
    Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

    Dewas KPK Tolak Ahli yang Dihadirkan Nurul Ghufron karena Dinilai Tidak Relevan

    Nasional
    Ngadu ke DPR Gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

    Ngadu ke DPR Gara-gara UKT Naik 500 Persen, Mahasiswa Unsoed: Bagaimana Kita Tidak Marah?

    Nasional
    Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

    Soal Revisi UU MK, Hamdan Zoelva: Hakim Konstitusi Jadi Sangat Tergantung Lembaga Pengusulnya

    Nasional
    Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

    Cecar Sekjen DPR, KPK Duga Ada Vendor Terima Keuntungan dari Perbuatan Melawan Hukum

    Nasional
    Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

    Nurul Ghufron Sebut Komunikasi dengan Eks Anak Buah SYL Tak Terkait Kasus Korupsi

    Nasional
    TNI AL Sebut Sumsel dan Jambi Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster Keluar Negeri

    TNI AL Sebut Sumsel dan Jambi Daerah Rawan Penyelundupan Benih Lobster Keluar Negeri

    Nasional
    Ketua KPK Mengaku Tak Tahu Menahu Masalah Etik Nurul Ghufron dengan Pihak Kementan

    Ketua KPK Mengaku Tak Tahu Menahu Masalah Etik Nurul Ghufron dengan Pihak Kementan

    Nasional
    Suara Tepuk Tangan Penuhi Ruang Sidang Tipikor Saat JK Sebut Semua BUMN Harus Dihukum

    Suara Tepuk Tangan Penuhi Ruang Sidang Tipikor Saat JK Sebut Semua BUMN Harus Dihukum

    Nasional
    KPK Geledah Rumah Adik SYL di Makassar

    KPK Geledah Rumah Adik SYL di Makassar

    Nasional
    Prabowo Mau Wujudkan Bahan Bakar B100, Menteri ESDM: Perlu Penelitian, Kita Baru B35

    Prabowo Mau Wujudkan Bahan Bakar B100, Menteri ESDM: Perlu Penelitian, Kita Baru B35

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com