JAKARTA, KOMPAS.com — "Kami telah memikirkan dari berbagai segi. Keadilan sangat subyektif, jadi tidak mutlak. Bisa saja saya bilang begini adil, tapi menurut orang lain tidak adil. Yang penting bagi kami, ya itulah usaha kami yang maksimal sesuai aturan, sesuai kekuasaan yang diberikan kepada kami," kata Albertina.
Begitulah pernyataan Albertina Ho, ketua majelis hakim yang menyidangkan empat perkara mantan pegawai pajak, Gayus Halomoan Tambunan. Albertina dimintai tanggapan terkait vonis untuk terdakwa Gayus yang rencananya dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (19/1/2011).
Perhatian masyarakat akan tertuju kepada Albertina untuk menghukum Gayus yang terus berulah. Albertina diharapkan dapat memberi efek jera kepada tersangka berbagai kasus itu yang telah menyeret setidaknya 20-an orang masuk dalam jeratan hukum. Terkait harapan itu, Albertina mengaku tidak terbebani.
Selama memimpin sidang perkara Gayus, Albertina dikenal sosok yang tegas. Dia tak segan-segan mengkritik para saksi yang dinilai keterangannya tidak masuk akal, membela diri, atau berbelit-belit. Alur pertanyaan Albertina membuat saksi sulit berkelit. Sebagai contoh, jaksa Cirus Sinaga hingga mengaku melakukan penyimpangan saat tangani kasus Gayus.
Albertina juga kerap menyindir saksi dengan caranya sendiri seperti saat menyebut Haposan Hutagalung, mantan pengacara Gayus, sebagai orang yang "baik" atau "paling hebat".
Kepada para saksi yang belum tersentuh hukum, terutama para pejabat Polri, Albertina selalu bertanya apakah ia menerima aliran dana dari Gayus. Sebelum dijawab, dia kerap menjawab terlebih dulu dengan mengatakan, "pasti dijawab enggak".
Terobosan hukum
Berbagai kalangan, salah satunya Adnan Buyung Nasution, koordinator tim pengacara Gayus, berharap Albertina dapat melakukan terobosan hukum dalam menjatuhkan vonis. Harapan itu lantaran banyaknya kejanggalan dalam penanganan kasus Gayus di kepolisian.
Buyung maupun para aktivis antikorupsi menyebut empat perkara yang ditangani tim independen Polri adalah perkara kecil, perkara yang dikerdilkan, jauh dari perkara sesungguhnya.
Penyidikan hanya menyentuh dua penyidik berpangkat rendah yakni kompol dan AKP. Tak ada pejabat Polri yang bertanggung jawab atas rekayasa kasus hingga berujung mengalirnya uang sekitar Rp 25 miliar milik Gayus.