Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Ahmadiyah, Menag Diskriminatif

Kompas.com - 31/08/2010, 10:31 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Sebagai seorang pejabat publik, menteri tidak boleh bersikap diskriminatif. Menteri harus melindungi semua warga negara, tanpa memihak kepada salah satu kelompok. Sayangnya, pernyataan Menteri Agama Suryadharma Ali soal pembubaran Ahmadiyah justru mencerminkan sikap diskriminatif.

Adalah aktivis Jaringan Islam Liberal, Ulil Abshar Abdalla, yang mulai menyuarakan persoalan ini. Melalui akun Twitter-nya sejak Selasa (31/8/2010) pagi, Ulil menyampaikan kritik-kritik keras terhadap sikap dan pernyataan Menteri Agama (Menag) tersebut.

"Sebagai pribadi, Anda (Menag) boleh tak suka golongan tertentu, misalnya Ahmadiyah. Tapi Anda sebagai pejabat publik, Anda tak boleh mendiskriminasi," begitu kata Ulil. "Sebagai pribadi saya boleh tak suka penjual jengkol, misalnya --contoh saja ini--. Tapi sebagai pejabat publik, tak boleh saya memusuhinya," sambung Ulil.

Menghangatnya kembali pembahasan mengenai aliran Ahmadiyah hari ini terjadi menyusul pernyataan Menag seusai mengikuti Rapat Dengar Pendapat DPR dan Pemerintah di DPR, kemarin sore. Intinya, Menag meyakini pembubaran Ahmadiyah merupakan kunci dari penyelesaian masalah. "Harusnya Ahmadiyah segera dibubarkan. Kalau tidak dibubarkan, masalahnya akan terus berkembang," kata Menag.

Menag menegaskan, prinsip Ahmadiyah yang menyatakan Al Quran bukan kitab terakhir dan Nabi Muhammad SAW bukan nabi terakhir merupakan penyimpangan. "Kalau itu yang dimaksud kebebasan beragama, kebablasan namanya," kata Menag lagi.

Ulil berpandangan lain. Menurutnya, kepercayaan merupakan hal yang tak bisa dipaksakan. Seorang menteri pun tak bisa membubarkan kepercayaan. "Oleh kalangan Wahabi, pengikut ajaran Sunni yang dipraktikkan di Indonesia itu dianggap sesat dan syirik. Apa Sunni harus dibubarkan?" ungkap Ulil.

Menurut Ulil, polemik saling menyesatkan dalam kehidupan beragama merupakan hal yang biasa. Namun, pernyataan dari seorang pejabat yang meminta sekte yang dianggap sesat untuk dibubarkan merupakan hal yang luar biasa.

"Oleh banyak kalangan Kristen, sekte Saksi Jehovah dianggap sesat. Tetapi mereka tak minta sekte itu dibubarkan. Orang Kristen (juga) menganggap sekte Mormon sudah di luar Kristen. Tapi mereka tak meminta kepada pemerintah agar sekte ini dibubarkan," paparnya.

"Anda boleh menganggap sekte lain sesat. Tapi sekte itu bisa saja menganggap sekte Anda juga sesat. Terus Anda mau saling bubarkan begitu?" ungkap Ketua Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan Partai Demokrat ini.

Dalam akun Twitter-nya ini, Ulil memiliki lebih dari 22.000 follower (pengikut), dan pagi ini, tak sedikit dari mereka yang menyatakan dukungannya terhadap sikap Ulil yang melontarkan kritik pedas terhadap Menag.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

    Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

    Nasional
    KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

    KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

    Nasional
    PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

    PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

    Nasional
    Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

    Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

    Nasional
    Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

    Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

    Nasional
    Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

    Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

    Nasional
    Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

    Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

    Nasional
    Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

    Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

    Nasional
    Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

    Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

    Nasional
    Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

    Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

    Nasional
    Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

    Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

    Nasional
    Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

    Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

    Nasional
    Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

    Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

    Nasional
    Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

    Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

    Nasional
    Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

    Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com