Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ke Mana Rekening Gendut Polri?

Kompas.com - 23/08/2010, 08:46 WIB

Oleh: Reza Syawawi *

KOMPAS.com - Laporan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang diungkap ke publik akan keberadaan rekening gendut sejumlah petinggi Polri tidak menemukan penyelesaian apa pun.

Klarifikasi yang disampaikan ke hadapan publik (16/7/2010) seolah-olah menjadi penyelesaian dan pembenaran sepihak Polri akan keberadaan rekening tersebut. Hasil ini dianggap final oleh Kapolri dan tidak akan berlanjut ke arah penyelidikan.

Jamak diketahui, keberadaan sejumlah uang di rekening petinggi Polri atas alasan apa pun tetap dicurigai bermasalah karena rekening gendut itu tidak sepadan dengan profil seorang petinggi Polri. Apalagi pemeriksaan yang dilakukan secara tertutup oleh internal Polri dan penolakan intervensi pihak luar semakin meyakinkan bahwa rekening tersebut memang bermasalah.

Kecurigaan publik semakin memuncak manakala klarifikasi yang disampaikan hanya sebatas menyatakan bahwa sebanyak 17 rekening dianggap wajar dan sisanya masih diteliti. Tidak ada penjelasan mengapa rekening tersebut dianggap wajar, dan ketika publik meminta penjelasan apa yang menjadi kriteria kewajaran dimaksud Polri justru berlindung di balik UU Pencucian Uang yang mengatur tentang kerahasiaan informasi tertentu.

Sejumlah petinggi Polri yang memiliki rekening gendut pun angkat bicara, keberadaan uang itu dianggap wajar, walaupun diketahui aliran dana berasal dari beberapa pengusaha. Tafsir kewajaran ini nyaris membuat publik semakin yakin institusi Polri memang resisten dalam upaya pemberantasan korupsi di lembaga pengayom masyarakat ini.

Peter Verhezen (2009) mengungkapkan ambiguitas pemberian hadiah, di satu sisi ini bentuk penghargaan dalam pergaulan sosial, tetapi pada sisi yang lain akan mengarah kepada praktik suap jika melibatkan pejabat publik di dalamnya. Pemberian hadiah sebagai bentuk penghargaan sosial dalam masyarakat telah menjadi budaya, misalnya dalam pesta pernikahan, pesta adat, maupun bentuk kegiatan lain. Dalam filsafat hadiah tidak dapat dimungkiri, pemberian hadiah akan membuat penerima memiliki rasa untuk membalas di kemudian hari (reciprocity).

Jika dikaitkan dengan pemberian sesuatu kepada pejabat publik, diakui atau tidak akan memunculkan rasa untuk melakukan sesuatu kepada si pemberi. Praktik semacam ini akan semakin mengkhawatirkan jika ”balas budi” pejabat publik dikaitkan dengan kewenangan yang melekat pada jabatannya. Jika ini terjadi, maka di sinilah peluang terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik.

Dalam konteks hukum, pemberian sesuatu kepada pejabat publik menurut UU 31/1999 jo UU 20/2001 dikategorikan sebagai suap, bahkan menjanjikan sesuatu saja sudah dapat dianggap suap. Tidak ada ruang untuk menginterpretasikan, pemberian hadiah kepada pejabat publik adalah sebuah kewajaran.

Jika saja pemerintah konsisten dengan penegakan hukum, seharusnya keberadaan ”rekening gendut” diproses hukum karena memang terindikasi korupsi. Penyelesaian secara internal sama sekali tidak memberikan penyelesaian hukum karena proses maupun hasilnya tidak memberikan kepastian hukum apa pun.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang 'Sapi Perah'

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Tak Jadi Ajang "Sapi Perah"

Nasional
Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Ganjar Deklarasi Jadi Oposisi, Budiman Sudjatmiko: Kalau Individu Bukan Oposisi, tapi Kritikus

Nasional
Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis 'Maksiat': Makan, Istirahat, Sholat

Telat Sidang, Hakim MK Kelakar Habis "Maksiat": Makan, Istirahat, Sholat

Nasional
Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Ditanya Kans Anies-Ahok Duet di Pilkada DKI, Ganjar: Daftar Dulu Saja

Nasional
Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Ke Ribuan Perwira Siswa, Sekjen Kemenhan Bahas Rekonsiliasi dan Tampilkan Foto Prabowo-Gibran

Nasional
Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Resmikan Tambak BINS, Jokowi: Ini Langkah Tepat Jawab Permintaan Ikan Nila yang Tinggi

Nasional
Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Terus Berpolitik, Ganjar Akan Bantu Kader PDI-P yang Ingin Maju Pilkada

Nasional
Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Kentalnya Aroma Politik di Balik Wacana Penambahan Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Pejabat Kementan Patungan untuk Gaji Pembantu SYL di Makassar Rp 35 Juta

Nasional
Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Panglima TNI Perintahkan Pengamanan Pilkada Harus Serius karena Ancaman dan Risiko Lebih Besar

Nasional
Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Hari Pertama Penyerahan Dukungan, Mayoritas Provinsi Nihil Cagub Independen

Nasional
Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Hakim MK Sebut Sirekap Bikin Kacau Penghitungan Suara, Minta KPU Perbaiki

Nasional
Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Hakim PN Jaksel Tolak Praperadilan Karutan KPK, Status Tersangka Pungli Tetap Sah

Nasional
PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara 'Gaib' di Bengkulu

PAN Cabut Gugatan soal PPP Dapat Suara "Gaib" di Bengkulu

Nasional
Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Salinan Putusan Cerai Ria Ricis Beredar di Medsos, KIP: Merupakan Informasi Terbuka

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com