Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyimpangan Partai Politik

Kompas.com - 28/06/2010, 08:24 WIB

Oleh: Hanta Yuda AR

KOMPAS.com - Pemilu kepala daerah 2010 dan masa depan partai politik mencemaskan. Fenomena politik dinasti dan politik uang ternyata masih mendominasi panggung politik era Reformasi.

Gejala politik dinasti terlihat dari bermunculannya calon kepala daerah (cakada) dari kalangan keluarga pejabat yang sedang berkuasa di beberapa pilkada. Sementara fenomena politik uang juga masih mendominasi proses politik di pilkada dan perekrutan cakada di internal partai. Fenomena seperti ini tidak hanya terjadi di pilkada, tetapi sebelumnya juga terjadi pada pemilu legislatif.

Para petinggi partai memungut dan memasang tarif bagi para calon anggota legislatif (caleg) dan menempatkan keluarganya pada posisi strategis dalam daftar caleg di Pemilu 2009. Politik dinasti dan politik uang yang tak sejalan dengan prinsip meritokrasi dalam sistem perekrutan partai di negara demokrasi ternyata justru menjadi karakter utama partai-partai dewasa ini.

Pada titik inilah telah terjadi penyimpangan parpol. Padahal, posisi partai merupakan institusi paling esensial dan instrumen inti dalam demokrasi modern (Katz, 1980). Fenomena ini memunculkan pertanyaan mendasar: mengapa itu bisa terjadi, dan bagaimana dampaknya bagi masa depan demokrasi di Indonesia?

Katalisator penyimpangan

Tradisi politik dinasti dan politik uang menjadi penyakit kronis partai memang tak terbantahkan. Paling tidak ada lima faktor pendorong (katalisator) penyimpangan itu secara bervariasi: imbas liberalisasi sistem pemilu, efek kegagalan partai dalam mengikat konstituen, implikasi rapuhnya sistem kaderisasi dan perekrutan di internal partai, akibat kuatnya oligarki di organisasi partai, serta dampak dari menguatnya pragmatisme politik.

Konstruksi sistem pemilu yang kian liberal menyebabkan partai-partai membutuhkan kandidat cakada dan caleg yang populer atau memiliki modal finansial mumpuni. Situasi itu menyebabkan faktor popularitas dan kemampuan finansial calon menjadi paling diprioritaskan.

Strategi instan yang digunakan adalah melirik figur terkenal dari kalangan keluarga petahana (incumbent) kepala daerah (elite partai) atau kalangan artis, yang diyakini dapat menjadi modal untuk meraup suara.

Kegagalan partai mengikat konstituennya juga mendorong para elite politik cenderung mencari siasat untuk menarik konstituen dengan menempatkan cakada dan caleg paling populer sehingga aspek kualitas dan integritas acapkali dilupakan. Sementara cara instan untuk menarik simpati konstituen ditempuh dengan menggunakan kekuatan politik uang.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com