JAKARTA, KOMPAS.com — Sejumlah pentolan teroris di Indonesia berhasil dilumpuhkan oleh pihak kepolisian. Hampir semuanya langsung ditembak mati saat operasi penumpasan.
Sebut saja Azahari, Noordin M Top, dan terakhir adalah Dulmatin. Apakah matinya para pentolan ini turut mematikan jaringannya di Indonesia? Pengamat terorisme, Mardigu Wowiek Prasantyo, mengatakan, yang terjadi saat ini adalah perang sel. Pelaksanaan pelatihan di Aceh, bagian dari pembentukan sel-sel baru.
"Di Aceh itu, mereka pasti diajari membuat bom, dan bagaimana membangun basis. Setelah selesai pelatihan, mereka dilepas. Dan ketika dilepas ini, mereka merupakan sel-sel baru yang kemudian menunjuk amir (pimpinan) selnya sendiri," kata Mardigu saat mengisi diskusi mingguan Radio Trijaya "Masih Ada Teroris" di Jakarta, Sabtu (13/3/2010).
Sel-sel ini bisa bergerak kapan saja, saat mendapatkan instruksi dari amir kelompoknya. "Ini disebut silent army. Ada berapa banyak selnya? Banyak sekali," ujar dia.
Kelompok teroris, berdasarkan penelitian yang dilakukannya, terdapat dua aliran yaitu hardcore dan softcore. Kelompok hardcore didoktrin untuk melakukan jihad dan menghalalkan darah. Dan sebagian besar para teroris ini bukan berasal dari keluarga termarjinal ataupun dari keluarga dengan tingkat ekonomi rendah. "Mereka rata-rata pintar, sekolah tinggi," kata Mardigu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.