JAKARTA, KOMPAS.com - Peringatan 44 Tahun Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) yang digelar oleh Yayasan Kajian Citra Bangsa dan Universitas Mercu Buana ini berusaha untuk meluruskan sejarah Supersemar yang simpang siur. Sampai saat ini, publik memang kerap menyimpulkan Supersemar sebagai sesuatu yang masih misterius keberadaannya dan banyak rekayasa di dalamnya.
Sejarah tentang Supersemar memang muncul dalam berbagai versi. Masing-masing berusaha memihak beberapa tokoh yang terlibat dalam pengesahan Supersemar. Hal ini dipaparkan oleh Sekjen PPAD, Mayjen TNI Purn. Soetoyo saat peringatan 44 tahun Supersemar dengan tema "Refleksi Supersemar Demi Penyelamatan Pancasila dan UUD 1945" yang berlangsung di Jakarta, Kamis (11/3/2010).
Seperti diberitakan, Peringatan 44 Tahun Supersemar yang banyak dihadiri oleh tokoh orde baru ini memang dijadikan sebagai ajang pelurusan sejarah tentang Supersemar. "Banyak buku yang berusaha memutarbalikkan sejarah. Bahkan di buku pelajaran sejarah kurikulum 1994, ada beberapa peristiwa sejarah seperti peristiwa Madiun 1948 yang dihapuskan. Seharusnya tidak seperti itu, karena generasi muda perlu tahu apa yang terjadi sebenarnya. Jadi, Supersemar itu bukan kudeta merangkak." tutur Soetoyo.
Kudeta merangkak sendiri dimaksudkan sebagai kudeta perlahan yang dilakukan oleh Soeharto untuk menjatuhkan kepemimpinan Soekarno saat itu.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.