Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pidana Korupsi Diatur dalam KUHP, Ini Alasan Menkumham

Kompas.com - 15/06/2017, 05:40 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly memastikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan kehilangan kewenangannya yang bersifat khusus sekalipun tindak pidana korupsi nantinya akan diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Menurut Yasonna, hal itu tidak akan menghapuskan sifat lex specialist atau kekhususan KPK. Hal serupa terjadi pada lembaga lainnya seperti Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Narkotika Nasional (BNN).

"Kecuali dengan undang-undang ini kewenangan yang bersifat khusus dari KPK, BNN, BNPT akan hilang. Itu barulah ribut sedunia. Ini kan enggak," kata Yasonna seusai acara buka bersama di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (14/6/2017).

Ia menjelaskan, harus ada core crime atau inti yang mengatur delik korupsi dalam KUHP. Hal ini dilakukan untuk membangun satu sistem hukum pidana yang benar.

"Tidak mungkin lex specialist kalau tidak ada lex generalist-nya. Ini kan pemahaman, acara melihat yang seolah-olah dimasukkan ke situ seolah kewenangan KPK enggak ada. Enggak ada dong begitu," tuturnya.

"Ini KUHP yang terbuka. Bukan KUHP tertutup. Tapi core crime-nya harus ada," ujar politisi PDI Perjuangan itu.

Ketua Panitia Kerja (Panja) Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHP Benny Kabur Harman sebelumnya menyatakan, pemerintah dan DPR memutuskan untuk mengakomodasi tindak pidana korupsi dalam RUU KUHP.

(Baca juga: Pemerintah dan DPR Putuskan RUU KUHP Atur Pidana Korupsi)

Sebelum munculnya keputusan ini, sempat terjadi perdebatan panjang antara KPK, pemerintah, dan DPR.

Kepala Bagian Litigasi dan Nonlitigasi KPK, Evi Laili Cholis tidak sepakat dengan keputusan pemerintah dan DPR karena merasa Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi akan kehilangan lex specialist-nya.

Namun, Benny membantah kekhawatiran KPK. Menurut dia, apa yang dikhawatirkan KPK kurang berdasar.

Sebab, dalam pembahasan tindak pidana korupsi di RUU KUHP, DPR dan pemerintah justru hendak melengkapi Undang-Undang KPK yang belum menyertakan seluruh tindak pidana yang disebutkan dalam United Nation Convention Against Corruption (UNCAC).

Karena, itu Benny berharap KPK tidak perlu khawatir akan dilemahkan kewenangannya dengan diakomodasinya tindak pidana korupsi dalam KUHP sebagai tindak pidana khusus.

(Baca juga: KPK Ingin Aturan Tipikor Terlepas dari KUHP)

Kompas TV Jokowi Dukung Penguatan KPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com