Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Akademisi Kritisi Rencana Pemerintah Libatkan TNI dalam RUU Terorisme

Kompas.com - 31/05/2017, 19:54 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kalangan akademisi mengkritik rencana pengaturan pasal mengenai pelibatan TNI dalam Rancangan Undang-Undang No. 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme (RUU Antiterorisme).

Dosen Universitas Paramadina Shiskha Prabawaningtyas menilai, dengan diaturnya pelibatan TNI dalam RUU tersebut, pendekatan yang digunakan dalam menangani terorisme adalah pendekatan militeristik.

Namun, sejumlah riset menunjukkan bahwa pendekatan militer tidak efektif untuk menanggulangi masalah terorisme.

(Baca: Polri: Selama Ini TNI Sudah Dilibatkan Dalam Penanganan Terorisme)

Shiskha memaparkan, berdasarkan studi lembaga riset internasional bidang terorisme RAND tahun 2008, operasi militer yang dilakukan di Amerika Serikat hanya mampu menghentikan sebanyak 7 persen kelompok teroris dari total jumlah 268 kelompok teroris.

"Berdasarkan riset RAND tahun 2008, hanya 7 persen dari 268 grup bisa dihentikan melalui operasi militer," ujar Shiskha dalam diskusi bertajuk 'Dinamika Gerakan Terorisme dan Polemik Revisi UU Anti-Terorisme', di Auditorium Nurkholis Madjid, Universitas Paramadina, Jakarta, Rabu (31/5/2017).

Di sisi lain, lanjut Shiska, penanggulangan terorisme menggunakan pendekatan militeristik akan berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM (Human Rights abuse).

Sebab, Indonesia belum memiliki mekanisme pengawasan yang ketat untuk mengawasi proses penindakan, penyelidikan hingga penyidikan.

Menurut Shiska, pemerintah seharusnya memperkuat program deradikalisasi yang bertujuan untuk mengubah mindset atau pola pikir seseorang yang radikal.

"Penindakan, penyelidikan dan penyidikan dengan melibatkan militer ada potensi human rights abuse. Seharusnya pemerintah memperkuat program deradikalisasi untuk mengubah mindset radikal," ujar dia.

(Baca: "Teroris Terlalu Kecil untuk Berhadapan dengan TNI AD")

Hal senada juga diungkapkan Direktur Imparsial Al Araf. Menurut dia akar dari terorisme adalah ideologi radikal yang dianut oleh kelompok tertentu.

Sedangkan persoalan ideologi tidak bisa diantisipasi dengan pendekatan represif. Akar dari terorisme adalah adanya ideologi perjuangan dan perlawanan.

Persoalan ideologi tidak bisa dijawab dengan pendekatan represif. Al Araf menuturkan, aktor penegak hukum saja tidak bisa dijadikan satu-satunya alat untuk menanggulangi terorisme.

"Untuk antisipasi itu maka yang penting adalah deradikalisasi di aspek pencegahan. Maka aktor penegak hukum tidak bisa dijadikan satu-satunya alat. Kementerian Pendidikan dan Kementerian Agama harus memegang peranan dalam proses deradikalisasi," ujar Al Araf.

"War on terrorism ala Amerika Serikat terbukti tidak mampu mengantisipasi terorisme," kata dia.

Kompas TV Perlukah TNI Dilibatkan Dalam Pemberantasan Terorisme?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Jokowi Tak Lagi Dianggap Kader, PDI-P: Loyalitas Sangat Penting

Nasional
PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

PPP Buka Peluang Usung Sandiaga jadi Cagub DKI

Nasional
Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Soal Jokowi dan PDI-P, Joman: Jangan karena Beda Pilihan, lalu Dianggap Berkhianat

Nasional
Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Surya Paloh Buka Peluang Nasdem Usung Anies pada Pilkada DKI

Nasional
Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Dukung Prabowo-Gibran, Surya Paloh Sebut Nasdem Belum Dapat Tawaran Menteri

Nasional
PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

PKS: Pak Anies Sudah Jadi Tokoh Nasional, Kasih Kesempatan Beliau Mengantarkan Kader Kami Jadi Gubernur DKI

Nasional
Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Soal Bertemu Prabowo, Sekjen PKS: Tunggu Saja, Nanti Juga Kebagian

Nasional
Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Prabowo Absen dalam Acara Halalbihalal PKS

Nasional
Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Joman: Jokowi Dukung Prabowo karena Ingin Penuhi Perjanjian Batu Tulis yang Tak Dibayar Megawati

Nasional
Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita dalam Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com