Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Praktik Korupsi Kian Kreatif

Kompas.com - 17/05/2017, 13:34 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Penggunaan bahasa sandi merupakan satu hal yang lumrah terjadi dalam prakti korupsi.

Sandi yang digunakan pun cenderung beragam dan dekat dengan kehidupan sehari-hari. Tujuannya, untuk mengelabui proses penyadapan oleh aparat penegak hukum.

(Baca: KPK Ingatkan Revisi PP Remisi Jangan Sampai Lemahkan Pemberantasan Korupsi)

Pakar komunikasi Politik Universitas Indonesia Effendi Gazali berpendapat bahwa penggunaan sandi dalam praktik korupsi selalu berubah dengan bahasa yang unik.

Menurut Effendi, hal itu menunjukkan pelaku korupsi semakin kreatif dalam berkomunikasi.

"Ini menunjukkan bahwa praktik Korupsi akan jauh lebih kreatif," ujar Effendi dalam acara bedah buku berjudul 'Metamorfosis Sandi Komunikasi Korupsi' karya jurnalis Sabir Laluhu, di gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (17/5/2017).

Buku tersebut mengulas 23 kasus korupsi dan cara-cara para pelaku korupsi untuk saling berkomunikasi.

Sabir mengungkapkan, dari 23 kasus tersebut, tercatat ada 199 bahasa sandi yang dipakai oleh pelaku untuk menyimbolkan materi korupsi.

Bahasa yang digunakan oleh pelaku, kata sabir, tidak jauh dari konteks sosial, budaya dan agama.

Dia mencontohkan penggunaan istilah "apel malang" dan "apel washington" dalam kasus dugaan korupsi wisma atlet Sea Games di Palembang.

(Baca: KPK Klaim Sudah Lakukan Fungsi Pencegahan secara Optimal)

Ada juga istilah uang gondrong dan uang jenggot yang merujuk pada mata uang Dollar Amerika Serikat.

"Beberapa pelaku juga biasanya menggunakan bahasa daerah. Misalnya bahasa Padang dan Batak," kata dia.

Fakta yang cukup mengejutkan, lanjut Sabir, dalam kasus korupsi pengadaan Al Quran, para pelaku bahkan menggunakan istilah yang dekat dengan umat muslim.

Misalnya penggunaan istilah Kyai sebagai pengganti penyebutan pejabat di kementerian. Kemudian istilah untuk menyebut proses tender atau lelang.

"Dalam kasus korupsi pengadaan Al Quran, sandi yang dipakai itu cenderung dekat dengan umat Islam misal santri, imam, kyai, murtad dan pengajian," kata Sabir.

Kompas TV 7 Saksi Hadir di Lanjutan Sidang E-KTP
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com