Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Meski Tolak Hak Angket, Demokrat Pertimbangkan Kirim Wakil ke Pansus

Kompas.com - 05/05/2017, 14:35 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan, menyatakan fraksinya di DPR mempertimbangkan untuk mengirim perwakilan dalam Panitia Khusus (Pansus) Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Sebab, ia mengatakan, ada manfaat yang bisa didapat jika Fraksi Demokrat mengirimkan wakil di Pansus Angket KPK.

"Begini, kita kan tahu proses pengambilan keputusan tidak sesuai prosedur. Karena sudah diputuskan paripurna, jadi sudah jadi keputusan DPR. Memang kita sedang pikirkan kalau kita kirim manfaatnya ada," ujar Syarief, saat dihubungi, Jumat (5/5/2017).

(Baca: Bambang Soesatyo Jamin Hak Angket KPK Tak Berujung Penggulingan Presiden)

 

"Pertama kita bisa memantau agar angket jangan intervensi hukum. Sehingga kita bisa cegah kalau melenceng. Kedua bisa cegah kalau terjadi pelemahan KPK. Itu manfaatnya kalau kirim perwakilan. Kalau tidak ngirim yang rapat kan yang setuju hak angket," lanjut Syarief.

Apalagi, menurut Syarief, Pansus Angket KPK tetap bisa berjalan meski ada satu atau dua fraksi yang tak mengirim perwakilannya.

Syarief menolak jika sikap Demokrat adalah bentuk inkonsistensi. Yang jelas, kata dia, Demokrat tetap menolak hak angket meski mengirim perwakilan.

"Kalau kami enggak ngirim nanti kami enggak bisa cegah kalau ada intervensi terhadap hukum. Kalau soal itu (inkonsistensi) enggak lah. Kami tetap (menolak). Itu kan gimana caranya menjelaskan ke rakyat. Kalau kami jelaskan pasti rakyat mengerti," papar Syarief.

"Tentu kami akan menggodok yang terbaik, nanti setelah reses akan kami putuskan," lanjut Syarief.

Usulan hak angket ini dimulai dari protes yang dilayangkan sejumlah anggota Komisi III kepada KPK terkait persidangan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP di Pengadilan Tipikor Jakarta.

(Baca: Soal Hak Angket KPK, Fraksi PDI-P Enggan Buru-buru Tentukan Sikap)

Alasannya, dalam persidangan Penyidik KPK Novel Baswedan menyebut bahwa politisi Partai Hanura Miryam S Haryani mendapat tekanan dari sejumlah anggota Komisi III.

Menanggapi hal itu, Komisi III pun mendesak KPK membuka rekaman pemeriksaan terhadap Miryam untuk membuktikan pernyataan tersebut benar disampaikan oleh yang bersangkutan.

Adapun Miryam kini menjadi tersangka pemberian keterangan palsu dalam kasus dugaan korupsi pengadaan e-KTP.

Kompas TV Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan menyayangkan proses pengambilan putusan hak angket yang dipimpin Fahri Hamzah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Kopasgat Kerahkan 24 Sniper dan Rudal Chiron Amankan World Water Forum di Bali

Nasional
Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Sentil Prabowo yang Mau Tambah Kementerian, JK: Itu Kabinet Politis, Bukan Kabinet Kerja

Nasional
Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

Jelang Hari Jadi Ke-731, Pemkot Surabaya Gelar Berbagai Atraksi Spektakuler

BrandzView
Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Resmi Ditahan, Gus Muhdlor Punya Harta Rp 4,7 Miliar

Nasional
KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

KPK Sebut Gus Muhdlor Terima Uang Korupsi Lewat Sopirnya

Nasional
Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Polri Tangkap 142 Tersangka hingga Blokir 2.862 Situs Judi Online

Nasional
Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com