JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Eksekutif Wahid Institute, Yenny Wahid, menganggap pemikiran Islam substantif yang dikedepankan oleh Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Nurcholis Madjid alias Cak Nur, dan Buya Ahmad Syafi'i Maarif masih relevan hingga sekarang.
Ketiganya memberikan sumbangsih yang besar terhadap pemikiran Islam di Indonesia, khususnya dalam hal toleransi antarumat beragama.
"Gus Dur, Cak Nur, dan Buya Syafi'i itu mengedepankan Islam yang substantif, bukan simbol. Itu yang direalisasikan mereka," ujar Yenny Wahid dalam diskusi yang bertajuk Merawat Pemikiran Guru-guru Bangsa di Hotel Atlet Century, Jakarta, Rabu (12/4/2017).
Ia mengatakan, itulah yang semestinya dicontoh oleh umat Islam di Indonesia sehingga tidak mudah dipecah belah oleh isu keislaman yang pinggiran.
(Baca juga: Mengenang Cak Nur)
Terlebih, lanjut Yenny, saat ini Islam terbelah dalam dua kubu ekstrem.
Kubu pertama disebut dengan kelompok radikal dalam Islam. Sedangkan kubu kedua sangat khawatir dengan keberadaan Islam sehingga memunculkan sekularisme.
Menurut Yenny, dua kubu tersebut muncul karena pemahamannya yang keliru atas Islam.
Dengan mencontoh pemikiran Gus Dur, Cak Nur, dan Buya Syafi'i, Yenny meyakini Islam di Indonesia tak akan terjebak dalam dua kubu tersebut.
"Gus Dur, Cak Nur, dan Buya Syafi'i itu tiga tokoh yang mampu menyintesiskan Islam dengan pemikiran di luar Islam, tanpa meninggalkan Islam sebagai jiwa dan substansinya," tutur Yenny.
(Baca juga: Keteladanan Gus Dur Kian Relevan)