Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sudding: Kasus E-KTP Kenapa Urusannya Jadi ke Komisi III?

Kompas.com - 30/03/2017, 21:06 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi III DPR Sarifuddin Sudding mengaku tidak mengetahui pembicaraan terkait proyek pengadaan e-KTP. Ia juga membantah pernah membicarakan proyek e-KTP dengan Miryam.

Hal itu disampaikan Sudding membantah kesaksian penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan dalam sidang korupsi e-KTP di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Kamis (30/3/2017).

Mengutip mantan anggota DPR periode 2009 - 2014, Miryam S. Haryani, Novel mengatakan Miryam ditekan oleh sejumlah anggota DPR, salah satunya Sudding, untuk tidak mengungkapkan adanya pembagian uang korupsi e-KTP.

"Saya sendiri juga tidak mengerti. Kapan dan di mana saya dekatnya saya sendiri enggak mengerti. Saya betul-betul bingung dan enggak ngerti saya," kata Sudding saat dihubungi, Kamis (30/3/2017).

(Baca: 5 Anggota DPR Ini Disebut Ancam Miryam S Haryani terkait Korupsi E-KTP)

Apalagi, di periode itu, Sudding menegaskan dirinya berada di Komisi yang berbeda dengan Miryam, yakni di Komisi III. Karena itu, menurut dia, sangat aneh bila dirinya yang duduk di Komisi III membicarakan proyek yang tidak ada sangkut pautnya dengan tugas komisi.

"Saya benar-benar enggak ngerti gitu lho. Kok bisa lari ke Komisi III. Kok nama dicari di Google, apa maksudnya. Jadi betul saya enggak tahu karena enggak pernah bicara soal e-KTP. Apalagi itu kan di Komisi II, kok lari ke Komisi III ya," lanjut dia.

Saat bersaksi di persidangan kasus e-KTP pada Kamis (30/3/2017), penyidik KPK Novel Baswedan mengungkapkan, Miryam pernah mengaku diancam sejumlah anggota DPR periode 2009-2014. Hal itu diutarakan Miryam kepada penyidik saat pertama kali diperiksa KPK pada 1 Desember 2016.

(Baca: Kepada Ganjar, Setya Novanto Minta "Jangan Galak-galak soal E-KTP")

Kepada penyidik, Miryam mengatakan, para koleganya di DPR melontarkan ancaman terkait pembagian uang proyek e-KTP. Mereka meminta Miryam tak menyebutkan adanya pembagian uang.

"Saya mengetahui dari media, bahwa ada satu nama yang disebut yaitu Bambang Soesatyo. Yang bersangkutan salah satu orang yang disebut saksi (Miryam) mengancam, Yang Mulia," ujar Novel.

"Dia disuruh tidak akui fakta perbuatan penerimaan uang," kata Novel.

Kemudian, menurut Novel, Miryam juga menyebutkan sejumlah nama lain yaitu anggota Komisi III DPR RI Aziz Syamsuddin, politisi Partai Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, anggota DPR RI Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Masinton Pasaribu, dan politisi Partai Hanura Sarifuddin Sudding.

(Baca: Penyidik: Miryam Takut Serahkan Uang E-KTP ke KPK karena Diancam)

Ada seorang lagi anggota DPR yang juga mengancam, namun Miryam tak ingat namanya, hanya ingat partainya. Melalui mesin pencari Google, penyidik menelusuri nama politisi tersebut.

Miryam menunjuk satu foto di internet dan memastikan orang itu juga ikut mengancamnya. Namun, Novel tidak menyebut nama politisi maupun partainya.

"Kami lakukan penggalian sehingga kami tahu jumlahnya berapa orang (yang menerima uang)," kata Novel.

Pada persidangan sebelumnya, Miryam mengaku diancam penyidik untuk mengakui adanya pembagian uang kepada anggota DPR RI. Karena merasa tertekan, Miryam akhirnya terpaksa mengakui adanya pemberian uang.

Hakim kemudian memerintahkan jaksa untuk menghadirkan tiga penyidik KPK yang disebut Miryam mengancam.

Kompas TV Sidang lanjutan kasus megakorupsi KTP elektronik kembali digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Soal Perintah 'Tak Sejalan Silakan Mundur', SYL: Bukan Soal Uang, Tapi Program

Soal Perintah "Tak Sejalan Silakan Mundur", SYL: Bukan Soal Uang, Tapi Program

Nasional
Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Nasional
[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

Nasional
MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

Nasional
Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Nasional
Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Kolaborasi Pertamina–Mandalika Racing Series Dukung Pembalap Muda Bersaing di Kancah Internasional

Nasional
Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Harkitnas, Fahira Idris Tekankan Pentingnya Penguasaan Iptek untuk Capai Visi Indonesia Emas 2045

Nasional
Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Sempat Sebut Lettu Eko Meninggal karena Malaria, Dankormar: Untuk Jaga Marwah Keluarga

Nasional
Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Yasonna Berharap Program PPHAM Dilanjutkan oleh Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Di WWF 2024, Jokowi Ajak Semua Pihak Wujudkan Tata Kelola Air yang Inklusif dan Berkelanjutan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com