Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Fintech" Rentan Disalahgunakan untuk Membiayai Teroris

Kompas.com - 24/03/2017, 14:29 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Pemeriksaan dan Riset Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana menilai, layanan berbasis informasi dan teknologi yang akrab disebut financial technology (fintech) masih rentan disalahgunakan.

Bukan hanya untuk tindak pidana pencucian uang, tetapi fintech juga berpotensi menjadi media transaksi untuk mendanai tindak pidana terorisme.

"(Potensi) ini sangat besar, menggunakan Bitcoin, PayPal," kata Ivan, di Hotel Aston Bogor, Jumat (24/3/2017).

Menurut Ivan, pada umumnya untuk transaksi pendanaan terorisme melalui bank nominalnya kecil. PPATK juga cukup kesulitan untuk melacak transaksi keuangan dengan menggunakan fintech yang nominalnya kecil.

Ivan mencontohkan pada kasus bom Bali. Menurut dia, per transaksi yang paling besar dilakukan terbilang tidak besar, sehingga seakan tampak wajar dengan transaksi pada umumnya.

Kendala lainnya, sistem pencatatan transaksi tidak langsung terhubung perbankan.

"Per transaksi paling besar sekitar Rp 40 juta, itu terdeteksi untuk bom Bali dan keseringan hanya kurang dari Rp 20 juta, maka dari itu sering tidak terdeteksi oleh pihak bank," kata Ivan.

(Baca juga: Polri Dalami Aliran Dana Teror dari Bahrun Naim Melalui "Fintech")

Ivan menambahkan, yayasan juga berpotensi digunakan untuk melakukan pengiriman dana kepada kelompok teroris.

"PPATK melakukan pemantauan semua transaksi yang dari negara-negara yang berpotensi melakukan pengiriman dana mencurigakan termasuk aliran dana untuk pendanaan terorisme melalui sebuah yayasan," kata dia.

Menurut Ivan, hingga saat ini PPATK baru bisa menelusuri aliran dana setelah para oknum tersebut mengakses perbankan untuk mancairkan dana yang mereka dapat dari akun fintech-nya.

Dalam rangka pengawasan terhadap transaksi mencurigakan itu, kata Ivan, PPATK sudah berkoordinasi intensif dengan kepolisian, Bank Indonesia, serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

"Diharapkan pengungkapan kejahatan, terutama terorisme dapat dilakukan lebih efisien," kata Ivan.

Kompas TV Keberadaan Fintech saat ini dinilai begitu membantu pelanggan dan pengguna. Fintech pun semakin berkembang di masyraka. Apakah keberadaan fintech yang kian berkembang akan membunuh bisnis perbankan konvensional? Chief Risk Officer Modalku, Stefanus Warsito akan mengulik hal ini secara ekslusif
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

Nasional
Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

Nasional
Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

Nasional
Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com