JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Mahkamah Agung Hatta Ali menilai, pengusutan perkara hukum yang melibatkan korporasi bukan hal mudah.
Hakim seringkali kesulitan menjerat korporasi yang terlibat kasus kejahatan karena spesifiknya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
KUHAP menyebutkan, pelaku kejahatan sebagai orang atau person.
“Hal ini menjadi kendala tersendiri, karena para penegak hukum berusaha agar tidak terjebak kesalahan prosedur,” kata Hatta, pada seminar bertajuk ‘Menjerat Korporasi dalam Pertanggungjawaban Hukum’ di Jakarta, Selasa (21/3/2017).
Dampaknya, kata dia, hakim menjadi tidak berani menjatuhkan hukuman tegas terhadap korporasi.
Contohnya, saat penanganan perkara lingkungan hidup di Banjarmasin, yang melibatkan PT Giri Jaladhi Wana.
Hatta mengatakan, Peraturan MA Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana oleh Korporasi, yang baru dikeluarkan MA memberi angin segar bagi aparat penegak hukum untuk menindak korporasi.
“Di dalam Perma ini mengatur tentang hukum acaranya. Sebab, selama ini terjadi di berbagai perundang-undangan yang telah mengatur masalah korporasi, tetapi masalah acaranya belum jelas,” kata dia.
Menurut dia, Perma yang baru diluncurkan lebih merinci apa saja hal yang dapat dilakukan hakim dalam menindak korporasi nakal.
Perma ini mengatur tentang tata cara penanganan perkara meliputi pertanggungjawaban pidana korporasi dan pengurus, serta pertanggungjawaban grup korporasi.
Selain itu, juga diatur tentang tanggung jawab korprasi dalam penggabungan, peleburan, pemisahan dan pembubaran korporasi.
Diatur pula soal pemeriksaan korporasi, pengurus, gugatan ganti rugi sampai restitusi serta penanganan harta kekayaan korporasi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.