JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi diduga terlibat dalam kasus korupsi e-KTP.
Dalam proyek e-KTP senilai Rp 5,9 triliun tersebut, Gamawan diduga menerima sebesar 4.5 juta dollar AS, atau lebih dari Rp 60 miliar.
Hal itu terungkap dalam surat dakwaan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dua terdakwa mantan pejabat di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.
"Selain memperkaya diri sendiri, kedua terdakwa juga memperkaya orang lain dan korporasi," ujar jaksa KPK, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/3/2017).
Kasus ini bermula pada November 2009, saat Gamawan Fauzi selaku Mendagri mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan dan Badan Perencanaan Pembagunan Nasional (Bappenas), terkait usulan pembiayaan proyek e-KTP.
(Baca: Dakwaan Korupsi E-KTP, Olly Dondokambey Terima 1,2 Juta Dollar AS)
Proyek e-KTP tersebut kemudian dibahas dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat di Komisi II DPR.
Selanjutnya, pada Mei 2010, sebelum dilakukan rapat dengar pendapat, Irman melakukan pertemuan dengan Sekretaris Jenderal Kemendagri Diah Anggraini dan Gamawan Fauzi.
Selain itu, dengan anggota Komisi II Chaeruman Harahap, Ganjar Pranowo, Taufik Efendi, Teguh Djuwarno, Ignatius Mulyono, Mustoko Weni, dan Arief Wibowo.
Pertemuan juga dihadiri oleh Muhammad Nazaruddin dan pengusaha Andi Narogong.
Dalam pertemuan itu, Mustoko Weni menyampaikan bahwa Andi akan menjadi pengusaha yang mengerjakan proyek e-KTP.
Mustoko juga menjamin Andi akan memberikan sejumlah fee kepada anggota DPR dan pejabat di Kemendagri.
Dalam proyek e-KTP, Gamawan juga menetapkan Konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI) sebagai pemenang lelang.
Penetapan itu atas usulan Sugiharto.
Gamawan juga mengajukan permohonan penambahan anggaran, karena Konsorsium PNRI belum dapat menyelesaikan target pekerjaannya.