Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi Meluas hingga ke Desa

Kompas.com - 03/03/2017, 20:55 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Praktik korupsi kini tidak hanya terjadi di pemerintah pusat, tetapi meluas hingga pemerintah kabupaten/kota dan bahkan desa. Akan tetapi, perlindungan bagi pelapor kasus korupsi di daerah masih lemah sehingga ada di antara mereka yang menjadi korban kekerasan.

Selama 2016, Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat ada 292 kasus korupsi di pemerintah kabupaten/kota dengan nilai korupsi Rp 478 miliar dan 62 kasus korupsi di pemerintah desa dengan nilai korupsi Rp 18 miliar. Sementara korupsi di kementerian 28 kasus dengan nilai korupsi Rp 206 miliar.

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Askari Razak, Kamis (2/3), di Jakarta, mengungkapkan, perlindungan bagi pelapor dugaan korupsi di daerah masih minim. Respons aparat penegak hukum terhadap pengungkapan korupsi juga masih lemah. Pelapor dugaan korupsi di daerah malah rawan menjadi korban kekerasan.

Kekerasan itu, lanjut Askari, antara lain, dialami SH. Pada 2007, dia dianiaya hingga terluka di bagian punggung dan kepalanya saat menyuarakan korupsi di Palembang, Sumatera Selatan. Namun, penganiayaan itu tak diusut aparat yang berwenang.

Pada 31 Januari 2017, SH dan istrinya disiram air keras oleh orang yang tak dikenal. Peristiwa ini terjadi saat dia mengawal kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial di Pemerintah Provinsi Sumsel yang tengah disidik kejaksaan. "Untuk membiayai pengobatan istri dan dirinya, SH sudah mengeluarkan dana hingga Rp 26 juta dan sekarang SH sudah kehabisan dana. Namun, penganiayaan yang dialami tak juga diproses kepolisian setempat," ujar Askari.

Jaminan keselamatan bagi pelapor dugaan korupsi di daerah, menurut Tama S Langkun dari ICW, tak bisa dikesampingkan. Apalagi, dari catatan ICW, selama tahun 2016, kasus korupsi di Indonesia didominasi terjadi di pemerintah kabupaten/kota hingga pemerintah desa.

Dana desa

Pemerintah desa menjadi salah satu lembaga baru yang mulai rentan terjadi praktik korupsi. Jumlahnya mencapai 62 kasus dan yang diproses ke penyidikan sejauh ini ada 48 kasus dengan nilai korupsi Rp 10,4 miliar.

Korupsi di pemerintah desa muncul sejak dana desa mulai dikucurkan. Sebagai kebijakan, Tama menyatakan, desentralisasi anggaran hingga ke perdesaan merupakan upaya pemerataan pembangunan. Namun, yang perlu diingat, ketika desentralisasi dilaksanakan, terjadi desentralisasi kekuasaan dan tentunya rawan terjadi korupsi. Guna mencegah korupsi tersebut, pengawasan mesti diperketat.

Jika melihat dominasi kasus korupsi datang dari pemerintah di daerah, lanjut Tama, hal itu mengindikasikan pengawasan di internal pemerintahan di daerah masih lemah.

Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai mengatakan, dari segi regulasi, perlindungan bagi pelapor dugaan korupsi itu sudah memadai. Hal itu diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 71 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. "Namun, kenyataannya, implementasi dari PP itu tak pernah ada. Ini kondisi yang kritis," katanya.

(MDN)
---
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 3 Maret 2017, di halaman 4 dengan judul "Korupsi Meluas hingga ke Desa".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak ada Rencana Bikin Ormas, Apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com