Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kasus Bom Bandung, Program Pasca Pembebasan Terpidana Terorisme Dirancang

Kompas.com - 28/02/2017, 17:20 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar mengatakan, Polri bersama pihak terkait tengah merancang program pasca pembebasan terpidana kasus terorisme (post-release program).

Program tersebut dibahas bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kementerian Hukum dan HAM, dan Kementerian Sosial agar mantan napi tidak melakukan hal sama seperti sebelumnya.

"Ini adalah upaya Polri bekerja sama dengan stakeholder lainnya agar mantan napi ini kembali kepada aktivitas normal sebagaimana masyarakat lainnya, jauh dari kegiatan aksi teror," ujar Boy di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Selasa (28/2/2017).

Menurut Boy, banyak kasus di mana mantan terpidana kembali melakukan aksi teror setelah bebas. Salah satu penyebabnya karena dia tidak diterima di masyarakat setelah menyandang cap mantan terpidana.

(Baca: Polri Sebut Pelaku Teror Bom Bandung Kumpulkan Dana dengan Merampok)

Ia mengambil contoh pelaku teror bom di Kelurahan Arjuna, Kota Bandung, Yayat Cahdiyat. Yayat pernah divonis tiga tahun penjara karena kegiatan pelatihan militer untuk teroris. Setelah bebas, ia bergabung dengan kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang terafiliasi ISIS.

"Tentu ini sesuatu yang kita sayangkan karena harusnya yang bersangkutan tidak lagi melakukan itu setelah menjalani masa hukuman. Kalau kita lihat ini adalah masukan untuk post release program," kata Boy.

Boy mengatakan, nantinya program tersebut dilakukan beriringan dengan program deradikalisasi. Untuk deradikalisasi, fokus untuk menghilangkan pandangan radikal untuk bergabungnke kelompok teroris.

(Baca: Ini Barang Bukti yang Ditemukan di TKP Bom Bandung)

Menurut dia, program ini efektif untuk beberapa terpidana kasus teroris seperti Nasir Abbas dan Ali Imran. Sementara dalam program pasca bebas, memberikan pendampingan agar mantan terpidana bisa diterima di tengah-tengah masyarakat.

Dengan demikian, mereka tidak kembali ke aktivitas dan kelompoknya yang lama.

"Ada contoh mantan napi yang tidak bisa kembali (ke masyarakat), frustasi, maka kembali ke habitatnya," kata Boy.

(Baca: Pelaku Teror Bom Bandung Pernah Bebas Tahun 2014)

Oleh karena itu, perlu ada sentuhan khusus bagi para mantan terpidana itu. Napi yang sudah keluar dipersiapkan agar matang dan punya kemampuan untuk mendapatkan penghasilan tetap dengan cara halal.

Jika dilepaskan lalu tidak diterima lingkungan masyarakat normal, maka orang teraebut akan menganggap tak ada ruang baginya untuk berubah. Dia akan kembali ke lingkungan "hitam" sebelumnya yang mau menerimanya dengan tangan terbuka.

"Dia butuh status, pengakuan, juga nafkah. Ini harus dipikirkan karena kalau mereka lepas tanpa kendali, akan kembali ke asalnya. Dia anggap apa yang dikatakan adalah benar," kata Boy.

Kompas TV Yayat Cahdiyat, pelaku peledakan bom panci di Taman Pandawa dan pembakaran Kantor Kelurahan Arjuna, Cicendo, Kota Bandung, diketahui sempat tinggal bersama keluarganya selama 3 bulan di kawasan Desa Cukang Genteng, Pasir Jambu, Kabupaten Bandung. Yayat juga pernah terjerat kasus terorisme pada tahun 2012. Yayat Cahdiyat, pelaku peledakan dan pembakaran Kantor Kelurahan Arjuna, kota bandung pernah tinggal di sebuah rumah kontrakan di Desa Cukang Genteng, Kecamatan Pasir Jambu, Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Yayat dan keluarganya tinggal selama tiga bulan pada tahun 2015 lalu, sebelum akhirnya pindah.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com