Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Resurgensi Pancasila

Kompas.com - 24/02/2017, 23:04 WIB

Oleh: Halili

Dalam Political Ideologies: A Comparative Approach (1994), Mostafa Rejai merefleksikan bahwa suatu ideologi politik tidak pernah benar-benar mati. Setelah mengalami kemunduran (decline), ideologi politik akan mengalami fase resurgensi (resurgence) atau kebangkitan.

Resurgensi Pancasila menjadi isu penting di tengah menguatnya ancaman terhadap sendi ideologis dan kebangsaan kita hari-hari ini. Presiden telah berusaha merespons sosio-politik aktual yang mengkhawatirkan dengan pelembagaan politik resurgensi Pancasila melalui pembentukan Unit Kerja Presiden bidang Pemantapan Ideologi Pancasila (UKP PIP). Meski demikian, hingga sejauh ini Presiden tidak kunjung memformalkan tugas, fungsi, dan personalianya.

Ideologi yang bekerja

Presiden menegaskan bahwa Pancasila harus menjadi ideologi yang bekerja (working ideology), yang terlembagakan dalam sistem dan kebijakan di berbagai bidang, mulai dari ekonomi, politik, hingga sosial-budaya. Apa yang diidamkan Presiden sejatinya merupakan penegasan ulang dari cita-cita luhur para pendiri negara-bangsa ini.

Melalui pengesahan Preambule UUD 1945, para pendiri negara-bangsa ini telah menegaskan fungsi konstitusional Pancasila sebagai dasar (falsafah) negara, pandangan hidup, ideologi nasional, dan ligatur dalam kehidupan bangsa dan negara (Yudi Latif, 2011). Bagaimana memfungsikan UKP PIP dalam kerangka optimalisasi keseluruhan fungsi monoplural Pancasila tersebut?

Secara filosofis, Soekarno menegaskan bahwa kita harus melakukan penarikan ke atas dan penarikan ke bawah terhadap Pancasila (Roeslan Abdulgani, 2001). Penarikan ke atas bermakna, Pancasila harus diluhurkan sebagai sistem falsafah dan norma sekaligus dirumuskan sebagai sistem pengetahuan dan teori. Sementara penarikan ke bawah berarti bahwa Pancasila dijabarkan dan dilaksanakan sebagai sistem operasional dalam berbagai bidang.

Di atas semua itu, Pancasila harus dimantapkan sebagai ideologi yang menjadi penyebut tunggal (common denominator) dalam mewujudkan negara-bangsa Indonesia yang terdiri atas kebinekaan suku, agama, dan golongan-golongan yang ada di dalamnya. Pancasila harus menjadi rumah bersama bagi seluruh elemen yang telah bersepakat untuk membentuk negara satu (pactum unionis) bernama Indonesia, baik mereka yang banyak maupun yang sedikit, baik mereka yang mayoritas maupun minoritas.

Dalam pengertian itu, Pancasila harus menjadi suatu sistem cita-cita (ideological system) dan sistem keyakinan (belief system) yang berlandaskan pada spiritualitas teistik sebagai kausa prima dan berorientasi pada keadilan sosial sebagai tujuan ultima. Dengan demikian, Pancasila akan menjadi ideologi yang memandukan perilaku komunal warga dalam arena negara dan negara itu sendiri dalam menyejahterakan warganya.

Hal inilah yang belakangan mengalami kendala berat dan tantangan besar, terutama berupa penguatan gejala radikalisme keagamaan dan kosmopolitanisme ekonomi-politik global.

Lembaga "think tank"

Dalam konteks itu, kehendak politik pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk memantapkan Pancasila patut diapresiasi. Meski demikian, terdapat dua aspek yang harus mendapat catatan.

Pertama, soal substansi pemantapan ideologi. Pemantapan Pancasila tidak boleh terjebak pada soal memarakkan proyek-proyek kognitivasi Pancasila-menjejalkan Pancasila ke dalam otak belaka.

Pekerjaan rumah berat kita adalah bagaimana menjadikan Pancasila betul-betul sebagai ideologi. Untuk menjadi ideologi yang mampu menarik loyalitas rakyat, Pancasila perlu diperkuat pada tiga dimensinya, yaitu logos atau aspek penalaran; pathos atau penghayatan; dan ethos atau kesusilaan yang memandu perilaku (Wibisono, 1996). Pemantapan Pancasila tentu tidak hanya untuk membangun dan menguatkan dimensi logos dari Pancasila sebagai ideologi, tetapi harus juga masuk hingga ke dimensi etos.

Kedua, soal fungsionalisasi kelembagaan UKP PIP. Memandang sekilas UKP PIP, ingatan publik tentu langsung terasosiasi dengan Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7). Sebagaimana sudah kita ketahui, tugas utama BP7 adalah jadi "tangan kanan" Presiden dalam urusan menggarap semua aspek yang berkenaan dengan penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4), mulai dari konsep hingga implementasi. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 10 Tahun 1979, BP7 memiliki empat fungsi yang intinya menjadikan BP7 memiliki dua kategori fungsi kelembagaan sekaligus; think tank dan institusi eksekutorial.

UKP PIP cukup menjadi lembaga think tank yang fungsi paling jauhnya adalah mengoordinasikan program lintas kementerian sampai di tahap pra-implementasi dengan tidak masuk terlalu dalam ke ranah eksekutorial, Dengan begitu, UKP PIP akan memiliki ruang dan waktu yang banyak untuk merumuskan garis-garis besar implementasi nilai-nilai Pancasila ke dalam berbagai bidang kerja kementerian. Selama ini ruang tersebut lebih banyak diisi oleh para politisi di DPR, DPD dan MPR, yang lebih banyak berorientasi pada proyek dengan basis ideologis yang amat sangat lemah.

Singkatnya, UKP PIP mesti mengemban tugas utama merumuskan landasan paradigmatik bagi kebangkitan Pancasila. Tentu mandat tersebut bukan untuk dimonopoli, melainkan lembaga itu bisa menjadi garda depan.

Halili
Dosen Universitas Negeri Yogyakarta dan Peneliti di Setara Institute

 

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 24 Februari 2017, di halaman 7 dengan judul "Politik Resurgensi Pancasila".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com