JAKARTA, KOMPAS.com - Salah satu hal yang dituntut dalam aksi 11 Februari 2017 yakni menolak kriminalisasi ulama. Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rikwanto mengatakan, tidak ada kesengajaan polisi mengincar dan memproses ulama secara hukum demi kepentingan tertentu.
Menurut dia, kasus hukum yang menjerat sejumlah tokoh agama belakangan murni penegakan hukum, bukan kriminalisasi.
"Ada pelapor, ada bukti, saksi, ada keterangan ahli, dan konstruksi hulumnya masuk," ujar Rikwanto di kompleks Mabea Polri, Jakarta, Kamis (9/2/2017).
Polda Jawa Barat tengah mengusut dugaan penistaan Pancasila dengan tersangka Pemimpin Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab.
(Baca: Rizieq Shihab Tersangka, Ini Perjalanan Kasus Penistaan Pancasila)
Rizieq juga dilaporkan ke Polda Metro Jaya dalam sejumlah dugaan tindak pidana lain seperti penyebaran informasi bohong terkait uang NKRI dan dugaan penistaan agama.
Dalam waktu hampir bersamaan, Polda Bali menangani kasus dugaan penghinaam terhadap pecalang dengan tersangka juru bicara FPI Munarman.
Kemudian, pada Rabu (8/2/2017), Bareskrim Polri memanggil Ketua Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) Bachtiar Nasir. Sedianya, Bachtiar diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan pencucian uang.
Rikwanto mengatakan, polisi hanya menjalankan prosedur hukum yang berlaku dalam undang-undang.
"Itu rangkaian proses hukum yang memang terkena pada seseorang yang dilaporkan," kata dia.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Boy Rafli Amar sebelumnya meluruskan bahwa tak ada kriminalisasi dalam kasus-kasus yang ditangani polisi. Termasuk penetapan Munarman dan Rizieq sebagai tersangka.
Menurut dia, yang dimaksud kriminalisasi yaitu sama sekali tak ada masalah hukum terhadap seseorang, tiba-tiba dijadikan tersangka.
"Jadi kalau tidak mau berurusan dengan hukum, jadi diharapkan mengindahkan hukum itu sendiri," kata Boy.