Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasal Penebaran Kebencian dalam RUU Terorisme Ancam Kebebasan Berekspresi

Kompas.com - 08/12/2016, 17:08 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Revisi Undang-undang (RUU) Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme dinilai berpotensi mengancam kebebasan berekspresi masyarakat.

Direktur Eksekutif Imparsial Al Araf mengatakan, ancaman itu terjadi akibat adanya pasal penebaran kebencian yang tidak komprehensif dalam RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Dalam pasal yang mengatur penebaran kebencian, hanya dijelaskan bahwa setiap orang yang menyebarkan ucapan, perilaku, tulisan, atau tampilan yang dapat mendorong perbuatan atau tindakan kekerasan atau anarkisme atau tindakan yang merugikan individu atau kelompok tertentu dan/atau merendahkan harkat dan martabat atau mengintimidasi individu atau kelompok tertentu yang mengakibatkan tindak pidana terorisme dipidana dengan pidana penjara paling singkat tiga tahun dan paling lama 12 tahun.

Apalagi, kata Araf, dalam RUU tersebut terdapat pelibatan militer dalam upaya penanggulangan terorisme.

"Ini bisa mengancam siapa saja. Karena definisi terorismenya karet dan melibatkan militer secara aktif. Ini sangat bahaya," kata Araf, dalam konferensi pers di Hotel Ibis Tamarin, Jakarta, Kamis (8/12/2016).

Menurut Araf, draf RUU tersebut dapat seperti UU Subversif yang ada pada rezim orde baru.

Tidak jelasnya pasal penebaran kebencian mengakibatkan siapapun dapat dipidana ketika melakukan kritik.

"Kalau dipaksa dengan draf seperti ini, sesungguhnya RUU ini serupa tapi tak sama dengan UU Subversif pada orde baru," kata Araf. 

Oleh karena itu, dia meminta pemerintah berhati-hati dalam melakukan pembahasan RUU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Araf berharap, pasal penebaran kebencian dalam RUU ini dapat diperjelas sehingga tidak menjadi alat pemerintah dalam mengkriminalisasi orang tertentu.

"Makanya revisi UU terorisme ini harus berhati-hati," tutur Araf.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com