Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketentuan Peninjauan Kembali dalam Perkara Perdata Digugat ke MK

Kompas.com - 08/12/2016, 05:24 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang uji materi Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung (UU MA) dan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU Kekuasaan Kehakiman), Rabu (7/12/2016).

Pemohon dalam uji materi ini adalah Abd Rahman C DG Tompo. Ia mempersoalkan peraturan mengenai peninjauan kembali (PK) pada perkara perdata.

Adapun Pasal 66 ayat 1 UU MA berbunyi, "Permohonan peninjauan kembali hanya dapat diajukan hanya satu kali".

Sedangkan Pasal 24 ayat 2 UU Kekuasaan Kehakiman berbunyi, "Terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali".

Kuasa hukum Rahman, yakni mantan Komisioner Komnas HAM Saharuddin Daming menyampaikan bahwa aturan tersebut telah merugikan hak warga negara yang berperkara perdata.

Secara konkret, lanjut dia, putusan hakim dalam peninjauan kembali di tingkat Mahkamah Agung telah mengalahkan kliennya.

"Pada situasi seperti ini kliennya tidak mendapat kesempatan lagi untuk memperoleh keadilan lantaran adanya undang-undang yang tidak memperkenankan seorang yang beperkara secara perdata untuk mengajukan PK lebih dari satu kali," ujar Saharuddin di hadapan majelis sidang yang dipimpin Maria Farida Indrati.

Menurut Saharuddin, untuk memperoleh keadilan hukum, maka setiap warga negara sedianya boleh mengajukan PK lebih dari satu kali.

Hal itu didasari prinsip bahwa keadilan tidak dapat dibatasi oleh ketentuan apa pun. Selain itu, pembatasan tersebut juga tidak konsisten dengan putusan MK nomor 34/PUU-XI/2013.

Putusan MK tersebut telah membatalkan ketentuan pembatasan PK hanya dapat dilakukan satu kali dalam perkara pidana.

"Pemohon merasa bahwa hak konstitusionalnya telah dilanggar," kata Saharuddin.

Maka dari itu, lanjut dia, sedianya Mahkamah Konstitusi menguji sekaligus membatalkan ketentuan yang membatasi hak pemohon tersebut.

"Meminta agar kedua pasal yang mengatur pengajuan kembali pada perkara perdata hanya bisa dilakukan satu kali ini dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sejauh mengenai permohonan PK dapat diajukan lebih dari satu kali dalam perkara pidana, perdata, maupun perkara lainnya," ujarnya.

Uji materi ini teregistrasi di MK dengan nomor perkara 108/PUU-XIV/2016.

Kompas TV Artidjo: Saya Pernah Membebaskan Orang - Satu Meja
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com