JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Joko Widodo meminta pimpinan organisasi massa Islam yang diundang ke Istana Merdeka, Jakarta pada Rabu (9/11/2016) sore, untuk menenangkan umat.
Permintaan ini menyusul unjuk rasa besar-besaran pada 4 November 2016 lalu, yang menuntut proses hukum perkara dugaan penistaan agama yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Permintaan itu kemudian direspons positif oleh pimpinan ormas Islam hadir.
"Kami apresiasi Presiden yang meminta kami datang untuk berkomunikasi bagaimana sebenarnya untuk menenangkan umat, bagaimana sebenarnya berkomunikasi langsung dengan umat melalui ormas Islam," ujar Ketua Jami'atul Washliyah Yusnar Yusuf Rangkuti di Kantor Presiden, usai bertemu Presiden.
Yusuf mengatakan, pimpinan ormas Islam yang hadir siap memenuhi permintaan Jokowi. "Kami bersiap untuk bisa menenangkan umat Islam," ujar dia.
(Baca: Respons Demo 4 November, Jokowi Minta Masukan Pimpinan Ormas Islam)
Meski demikian, Yusuf mengingatkan agar pemerintah tetap menepati janjinya untuk memperlakukan perkara itu secara cepat, adil dan transparan.
"Permintaan kami adalah bagaimana seseorang yang telah melakukan yang disebut MUI melakukan penistaan agama, diproses hukum dengan benar, adil, jangan pura-pura. Tadi kami sampaikan secara gamblang dan terbuka kepada Pak Presiden," ujar Yusuf.
Yusuf yakin Presiden berkomitmen atas apa yang sudah dijanjikan, yakni tidak mengintervensi dan melindungi Ahok dalam perkara itu.
Sebanyak 17 orang pimpinan ormas Islam yang hadir dalam pertemuan. Antara lain, Habib Nabil Al Musala dari Majelis Rasulullah, Khofifah Indar Parawansa dari Muslimat NU, Anggia Emarini dari Fatayat NU, Mahfud MD dari KAHMI, Hamdan Zoelva dari Syarikat Islam dan Yaqut Qolil Qiumas dari GP Anshor.
Pertemuan para ulama dan habib dengan Presiden yang berlangsung tertutup tersebut berlangsung sekitar satu jam.
(Baca juga: Menteri Agama Imbau Masyarakat Percayakan Kasus Ahok kepada Polisi)