Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KODE: Enam Pasal Terkait Sistem Pemilu dalam RUU Pemilu Inkonstitusional

Kompas.com - 03/11/2016, 23:49 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Konstitusi dan Demokrasi (KODE) Inisiatif menilai, sejumlah pasal terkait sistem pemilu dalam Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu (RUU Pemilu) menimbulkan ketidakpastian hukum.

Pasal-pasal ini rentan digugat jika disetujui.

Ketua KODE Inisiatif Veri Junaidi mengatakan, pada Pasal 138 Ayat 2 mengenai pemilihan anggota DPRD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten Kota yang dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka terbatas.

Ketentuan ini bertentangan dengan putusan MK Nomor 22/PUU-IV/2008 yang menyatakan bahwa dasar penetapan calon terpilih adalah berdasarkan calon yang mendapatkan suara terbanyak secara berurutan, bukan atas dasar nomor urut terkecil yang telah ditetapkan oleh partai.

"Adanya ketentuan dalam Pasal 138 Ayat 2 RUU Pemilu akan memasung hak suara rakyat untuk memilih sesuai dengan pilihannya dan mengabaikan tingkat legitimasi politik calon terpilih berdasarkan jumlah suara terbanyak. Pasal ini juga bertentangan dengan Pasal 27 Ayat 1 dan Pasal 28 D Ayat 3 UUD 1945," ujar Veri, dalam sebuah sdiskusi, di Jakarta, Kamis (3/11/2016).

Selain itu, masih ada sejumlah pasal lainnya terkait sistem pemilu, yakni Pasal 318 Ayat 2 mengenai surat suara yang dimaksud pada pasal 317 ayat (1) huruf (b) untuk calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten Kota memuat tanda gambar partai politik, nomor urut partai politik dan nomor urut dan nama calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota untuk setiap pemilihan.

(Baca: 23 Pasal di RUU Pemilu Berpotensi Langgar UUD 1945)

Kemudian, Pasal 329 Ayat 1 b mengenai aturan mencoblos satu kali pada nomor atau tanda gambar partai politik untuk pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten Kota.

Lalu, Pasal 362 Ayat 2 terkait suara untuk pemilu anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten Kota dinyatakan sah apabila: (b). Tanda coblos pada nomor atau tanda gambar partai politik berada pada kolom yang disediakan.

Ketentuan ini, menurut Veri, kontradiktif.

Di satu sisi, dijelaskan bahwa surat suara memuat tanda gambar dan nomor urut parpol serta nama dan nomor urut caleg, namun pada saat pencoblosan diarahkan untuk mencoblos satu kali pada tanda gambar atau nomor urut.

Suara sah juga dinilai dari pencoblosan pada tanda gambar atau nomor urut partai.

Akibatnya, apabila ada pemilih yang kemudian memilih satu kali tidak pada tanda gambar atau nomor urut partai atau pemilih mencoblos pada nomor urut atau nama caleg, maka suara ini dianggap tidak sah, suara masyarakat menjadi terbuang.

"Secara konstitusional, aturan ini telah melanggar UUD 1945," kata dia.

Veri menambahkan, Pasal 390 Ayat 2 mengenai hasil pemilu anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota terdiri atas perolehan suara partai politik serta perolehan suara calon anggota DPD, dan Pasal 401 mengenai penetapan calon terpilih anggota legislatif berdasarkan perolehan kursi parpol berdasarkan nomor urut calon sesuai urutan yang tercantum pada surat suara, juga melanggar putusan MK Nomor 22/PUU-IV/2008.

"Pada putusan ini, MK menyatakan (penetapan caleg) harus didasarkan pada suara terbanyak sesuai dengan pilihan masyarakat," kata dia.

Sebelumnya, KODE Inisiatif menemukan adanya 23 pasal krusial dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyelenggaraan Pemilu karena berpotensi melanggar konstitusi atau putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Dari 23 pasal krusial ini, KODE Inisiatif mengelompokkan ke dalam sembilan kualifikasi, yakni mengenai penyelenggara, syarat calon, sistem pemilu, keterwakilan perempuan, dan syarat parpol dalam pengajuan calon presiden atau wakil presiden.

Kemudian, terkait larangan kampanye pada masa tenang, Ketentuan sanksi kampanye, waktu pemilu susulan atau lanjutan, dan Putusan DKPP terkait etika penyelenggaraan pemilu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Saat Cak Imin Berkelakar soal Hanif Dhakiri Jadi Menteri di Kabinet Prabowo...

Nasional
Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Prabowo Ngaku Disiapkan Jadi Penerus, TKN Bantah Jokowi Cawe-cawe

Nasional
Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com