Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hendardi Nilai Jokowi Bisa Dituduh Tak Mau Tindak Lanjuti Kasus Munir

Kompas.com - 26/10/2016, 07:17 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan anggota tim pencari fakta (TPF) kasus kematian Munir, Hendardi, menilai Presiden Joko Widodo bisa dianggap sengaja menutup-nutupi kasus Munir.

Sebab, ia melihat tidak ada upaya serius dari pemerintah untuk mencari dokumen akhir hasil kerja TPF.

Dokumen itu diserahkan TPF kepada Susilo Bambang Yudhoyono saat menjabat sebagai presiden pada 2005 lalu. Namun, SBY tidak mengumumkan dokumen itu ke publik hingga masa jabatannya.

Belakangan, Komisi Informasi Publik mengabulkan gugatan Kontras agar pemerintah mengumumkan dokumen tersebut. Namun, setelah dicek, dokumen itu tidak ada di Sekretariat Negara.

"Ini menunjukkan citra buruk pemerintah. Pertama, malas mencari. Kedua, ini tata kelola administrasi yang buruk. Ketiga, bisa dituduh sebagai sikap yang tidak mau menindaklanjuti kasus Munir," kata Hendardi saat ditemui Kompas.com di Setara Institute, Jakarta, Selasa (25/10/2016).

Hendardi mengapresiasi langkah Jokowi yang memerintahkan Jaksa Agung untuk mencari dokumen tersebut. Namun, ia melihat proses pencarian dokumen terlalu lama.

Padahal, ia meyakini bahwa dokumen itu masih disimpan di berbagai institusi negara, seperti Polri.

Sebab, setelah dokumen itu diserahkan oleh tim pencari fakta pada 2005 lalu, SBY langsung meminta Polri untuk menindaklanjutinya.

"Artinya, kalau lihat proses itu, tidak hilang dong. Dasarnya Polri bekerja dari mana kalau bukan dari dokumen TPF," ucap Ketua Setara Institute ini.

(Baca juga: Cerita SBY Telusuri Dokumen TPF Pembunuhan Munir...)

Terlebih lagi, lanjut Hendardi, sudah ada penjelasan dari SBY dan jajarannya bahwa dokumen yang diserahkan TPF pada 2005 lalu juga disalurkan ke lima institusi negara, yakni Polri, Kejaksaan Agung, Badan Intelijen Negara, Kementerian Hukum dan HAM, serta Sekretariat Kabinet.

(Baca juga: Mantan Anggota TPF Kasus Munir Nilai SBY Tidak Menjawab Persoalan)

Pemerintah tinggal mencari dokumen TPF di lima institusi itu. Ia menegaskan, meski TPF dibentuk pada era SBY, tetapi Presiden Jokowi sebagai pemegang kekuasaan saat inilah yang mempunyai tanggung jawab penuh.

"Tanggung jawab pelanggaran HAM tidak serta-merta berhenti saat pemerintahan berhenti. Itu tanggung jawab pemerintahan yang sekarang," ucapnya.

(Baca juga: Polemik Keberadaan Dokumen TPF Munir, Perkara Mudah yang Dibuat Susah?)

Kompas TV SBY Tanggapi Dokumen Hasil Penyelidikan TPF Munir
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

Nasional
SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

Nasional
'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

"Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

Nasional
Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili di Kasus Gratifikasi dan TPPU

Nasional
Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

Nasional
Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

Nasional
Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Kloter Pertama Jemaah Haji Indonesia Dijadwalkan Berangkat 12 Mei 2024

Nasional
Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Saat Jokowi Sebut Tak Masalah Minta Saran Terkait Kabinet Prabowo-Gibran...

Nasional
'Presidential Club' Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

"Presidential Club" Ide Prabowo: Dianggap Cemerlang, tapi Diprediksi Sulit Satukan Jokowi-Megawati

Nasional
[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

[POPULER NASIONAL] Masinton Sebut Gibran Gimik | Projo Nilai PDI-P Baperan dan Tak Dewasa Berpolitik

Nasional
Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com