JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum tata negara dari Universitas Padjadjaran, Susi Dwi Harijanti, menganggap pemerintah terlambat dalam mengeluarkan paket reformasi hukum. Menurutnya, pemerintah seharusnya mengeluarkan paket kebijakan tersebut sejak awal pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla.
Langkah pemerintah yang baru mengeluarkan paket reformasi hukum menunjukan bahwa pemerintah baru menyadari sektor tersebut penting dan membutuhkan paket kebijakan. Susi berpendapat, perlu ada bentuk konkret agar tujuan kebijakan tersebut jelas.
"Kalau mau pakai ukuran obyektif, harus dalam bentuk konkret," kata Susi seusai mengisi acara seminar di bilangan Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (15/10/2016).
Adapun tujuh sektor yang menjadi fokus pembenahan pada paket reformasi hukum, di antaranya pelayanan publik, penataan regulasi, pembenahan manajemen perkara, penguatan SDM penegak hukum, penguatan kelembagaan, pembangunan budaya hukum di masyarakat, dan pembenahan lembaga pemasyarakatan.
Susi mencontohkan, pada poin reformasi kelembagaan misalnya, dengan meningkatkan status Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) menjadi semacam badan perencanaan pembangun hukum nasional.
"Kita punya Bappenas, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Isinya program-program pembangunan. (Bidang) hukum punya, enggak? Kalau mau lebih konkret, hukum bisa seperti itu," kata dia.
Susi juga menyinggung mengenai poin reformasi atau penataan regulasi. Ia mengkhawatirkan, penataan regulasi yang dibangun adalah peraturan-peraturan kebijakan, bukan peraturan perundang-undangan.
"Seperti Peraturan Pemerintah (PP) ke bawah, itu kan peraturan-peraturan di bidang adminiatrasi, masyarakat tidak punya kendali langsung. Kalau pun punya, sifatnya hanya represif," papar Susi.
"Beda dengan UU. Ada partisipasi masyarakat. Tapi kalau PP, Permen, dan lainnya, enggak ada," sambung dia.
Ia mengkhawatirkan, peraturan-peraturan kebijakan yang dikeluarkan atas diskresi dan menjadi alat kesewenang-wenangan baru. Susi berpendapat perlu ada sejenis komisi atau komite adhoc untuk mengevaluasi secara komprehensif persoalan-persoalan hukum yang ada.
"Identifikasi masalah sudah tidak perlu. Sudah banyak. Tinggal komisi ini mengambil hasilnya," kata Susi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.