JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menilai bahwa langkah Presiden Joko Widodo yang baru merilis paket reformasi hukum cenderung terlambat.
Fahri mengatakan, dirinya sudah berkali-kali mengingatkan Jokowi bahwa negara akan terguncang karena kepastian hukum di Indonesia dianggap belum ada.
Menurut Fahri, dirinya bahkan pernah mengatakan kepada Jokowi mengenai hal tersebut sejak dua tahun lalu.
Melalui rapat koordinasi, Fahri mengaku telah mengingatkan Jokowi tentang bahaya yang dihadapi negara terkait penegakan hukum. Salah satunya mengacu pada hasil survei-survei tentang investor.
"Sampai hari ini, semua survei mengatakan bahwa problem investasi nomor satu di Indonesia adalah kepastian hukum," tutur Fahri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (12/10/2016).
Beberapa hal disebutnya menjadi alasan di balik ketidakpastian hukum tersebut. Salah satunya adalah regulasi yang tumpang tindih dan tidak jelas.
"Banyak pasal-pasal karet. Menjadi sumber ketidakpastian itu," ujarnya.
Selain itu, permasalahan lain adalah mengenai perilaku dan budaya. Adapun mengenai perilaku KKN di tubuh penyelenggara negara, ada Ombudsman yang berwenang mengawasi.
Ia pun menilai Presiden tidak perlu sampai turun mengurusi suap, seperti yang dilakukan kemarin, Selasa (11/10/2016), saat Presiden ikut turun ke lokasi operasi tangkap tangan oknum di Kementerian Perhubungan.
Adapun mengenai pungli, menurut Fahri, bukan hal baru. Operasi pemberantasan pungli sudah digaungkan sejak era Presiden Soeharto.
"Tapi yang besar adalah reformasi hukum, reformasi aspek legal, reformasi pada aturan, kelembagaan. Itu yang harus dilakukan besar-besaran," tuturnya.