Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tanggapan Pimpinan KPK soal Putusan Hakim dalam Kasus Suap di Kejati DKI

Kompas.com - 03/10/2016, 12:06 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menilai, putusan hakim dalam perkara suap dua pejabat PT Brantas Abipraya tidak membuktikan adanya meeting of mind, atau kesepahaman antara pemberi dan calon penerima suap.

Dengan demikian, menurut Alex, perbuatan suap telah dianggap sempurna oleh hakim hanya dari sisi pemberi suap.

Pemberi suap dapat dipidana meski tidak ada pihak yang ditetapkan sebagai penerima suap.

"Kalau yang saya baca dari pertimbangan hakim, sempurna itu bukan karena terjadi meeting of mind, tapi sempurna dari sisi pemberi. Karena ada keinginan pemberi untuk memberikan uang kepada jaksa," ujar Alex saat ditemui seusai upacara Hari Kesaktian Pancasila di Halaman Gedung KPK Jakarta, Senin (3/10/2016).

(Baca: Uang Tak Sampai ke Kajati DKI, Perantara Suap PT Brantas Merasa Dizalimi)

Menurut Alex, dalam perkara suap dua pejabat PT Brantas, calon penerima suap yakni, Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Tomo Sitepu, belum tentu mengetahui keinginan dua pejabat PT Brantas untuk memberi uang.

Dalam kasus ini, perantara suap bernama Marudut ditangkap oleh petugas KPK saat membawa uang yang rencananya akan diberikan kepada Sudung Situmorang dan Tomo Sitepu.

Uang tersebut berasal dari dua pejabat PT Brantas, yaitu Sudi Wantoko dan Dandung Pamularno. 

(Baca: Pengacara Pejabat PT Brantas Minta KPK Buktikan Penerima Suap di Kejati DKI)

Keduanya berupaya menyuap jaksa untuk menghentikan penyidikan perkara korupsi di internal PT Brantas yang sedang ditangani oleh Kejati DKI.

Meski demikian, menurut Alex, tidak menutup kemungkinan kasus tersebut akan dilanjutkan apabila penyidik KPK menemukan bukti-bukti yang cukup untuk menetapkan calon penerima suap sebagai tersangka.

(Baca: Dua Pejabat PT Brantas Abipraya Divonis 3 Tahun dan 2,5 Tahun Penjara)

"Sedang kami lihat lagi, kemarin sudah dipaparkan oleh penyidik. Nanti kami coba lihat lagi lah, apakah ada bukti-bukti lain atau tidak," kata Alex.

Sebelumnya, dalam persidangan terhadap dua pejabat PT Brantas, Majelis Hakim pada Pengadilan Tipikor Jakarta menilai bahwa perbuatan suap telah terlaksana dengan sempurna, meski penerima suap belum menerima uang yang sudah berada di tangan perantara suap.

Majelis Hakim tidak sependapat dengan tuntutan jaksa penuntut KPK, yang menilai bahwa suap dari pejabat PT Brantas untuk Sudung dan Tomo sebagai perbuatan percobaan penyuapan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 7 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com