Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terpidana Hukuman Percobaan Dinilai Tetap Bersalah, Karena Itu Tak Dapat Ikut Pilkada

Kompas.com - 29/08/2016, 22:47 WIB
Dimas Jarot Bayu

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Anggota Komisi II DPR RI, Arteria Dahlan, memprotes adanya keputusan memberi kesempatan terpidana hukuman percobaan untuk maju dalam Pilkada.

Keputusan ini dinyatakan dalam rapat dengar pendapat antara Komisi II DPR dengan Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Kementerian Dalam Negeri, pada Jumat (26/8/2016) lalu.

"Saya protes keras sekaligus keberatan apabila terpidana diperbolehkan untuk mendaftar sebagai calon kepala daerah, walaupun hukumannya percobaan," ujar Arteria ketika dihubungi di Jakarta, Senin (29/8/2016).

Menurut Arteria, keputusan yang disepakati oleh Komisi II DPR RI mengenai memberi kesempatan terpidana hukuman percobaan untuk maju dalam Pilkada tidak benar.

Sebab, kata terpidana merujuk pada subjek hukum yang telah dinyatakan bersalah melakukan kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.

"Bicara terpidana tidak mempermasalahkan apakah orang tersebut dipenjara, dihukum kurungan, atau hukuman percobaan, karena terpidana orientasinya terletak pada telah dinyatakan bersalah melakukan kejahatan," kata Arteria.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) itu menyebutkan, rumusan norma pada Undang-undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 sudah secara jelas merujuk larangan pencalonan pada subjek terpidana.

Dengan demikian, lanjut Arteria, syarat untuk mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah adalah tidak sedang dihukum bersalah karena melakukan kejahatan.

"Sehingga amatlah keliru dan bahkan melanggar serta bertentangan dengan UU apabila di Peraturan KPU dibuat norma yang mengatakan terpidana hukuman percobaan boleh mengikuti pilkada," ucap Arteria.

Menurut Arteria, adanya pemberian kesempatan terpidana hukuman percobaan untuk maju dalam Pilkada dapat menimbulkan dampak buruk.

Secara kontestasi praktik ketetatanegaraan, hal tersebut dapat menjadi pengalaman buruk bahwa rapat konsultasi KPU dan DPR yg sifatnya mengikat, terbukti disalahgunakan untuk memasukkan kepebtingan tertentu.

"Secara sosiologis ini juga berbahaya. Semacam menginformasikan bahwa kekuasaan cenderung menyimpang dan koruptif sehingga rakyat menjadi tidak percaya pada pemerintah dan sistem hukum," kata dia.

Arteria pun bingung mengapa usulan tersebut bisa menjadi keputusan DPR. Menurut dia, hal ini perlu dibahas kembali agar tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.

"Saya tidak habis pikir kalau itu akhirnya menjadi keputusan DPR. Ini kan belum final dan masih pendapat sebagian fraksi. kita masih akan bahas rumusan norma tersebut," ujarnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Prabowo Tiba di Acara Halal Bihalal PBNU, Diantar Gibran Masuk Gedung

Nasional
Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Gerindra Tegaskan Prabowo Belum Susun Kabinet, Minta Pendukung Tak Bingung

Nasional
Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Hadiri Halal Bihalal PBNU, Gibran Disambut Gus Yahya dan Gus Ipul

Nasional
Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Gempa Garut, Tenda Pengungsian Didirikan di Halaman RS Sumedang

Nasional
Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Anies Diprediksi Bakal Terima Tawaran Nasdem Jadi Cagub DKI jika Tak Ada Panggung Politik Lain

Nasional
9 Kabupaten dan 1 Kota  Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

9 Kabupaten dan 1 Kota Terdampak Gempa M 6,2 di Garut

Nasional
KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat 'Dirawat Sampai Sembuh'

KPK Sebut Dokter yang Tangani Gus Muhdlor Akui Salah Terbitkan Surat "Dirawat Sampai Sembuh"

Nasional
BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

BNPB: Tim Reaksi Cepat Lakukan Pendataan dan Monitoring Usai Gempa di Garut

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

BNPB: Gempa M 6,2 di Garut Rusak Tempat Ibadah, Sekolah, dan Faskes

Nasional
PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

PBNU Gelar Karpet Merah Sambut Prabowo-Gibran

Nasional
KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

KPK Nonaktifkan Dua Rutan Buntut Pecat 66 Pegawai yang Terlibat Pungli

Nasional
BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

BNPB: 4 Orang Luka-luka Akibat Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut

Nasional
Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Prahara di KPK: Usai Laporkan Albertina Ho, Nurul Ghufron Dilaporkan Novel Baswedan Cs Ke Dewas

Nasional
BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

BNPB: Gempa M 6,2 di Kabupaten Garut Rusak 27 Unit Rumah, 4 di Antaranya Rusak Berat

Nasional
Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 1 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com