Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hari Ini, Pejabat MA Tersangka Suap dan Gratifikasi Hadapi Vonis Hakim

Kompas.com - 25/08/2016, 08:09 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata, Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata Mahkamah Agung Andri Tristianto Sutrisna, akan menjalani sidang putusan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (25/8/2016). Andri didakwa menerima suap dan gratifikasi terkait perkara di MA.

Sebelumnya, Andri dituntut pidana penjara selama 13 tahun oleh Jaksa dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Jaksa, perbuatan Andri tidak mendukung progam pemerintah dalam pemberantasan korupsi, serta merusak kepercayaan masyarakat pada lembaga peradilan terutama Mahkamah Agung.

Dalam pertimbangannya, perbuatan terdakwa dinilai memutus harapan pencari keadilan. Untuk itu, tidak ada alasan pemaaf atau pengampunan bagi terdakwa, sehingga harus dijatuhi pidana yang setimpal.

Didakwa terima suap

Andri didakwa menerima suap sebesar Rp 400 juta. Suap tersebut diberikan pihak yang sedang berperkara di MA.

Menurut Jaksa, uang sebesar Rp 400 juta tersebut diberikan agar Andri mengusahakan penundaan pengiriman salinan putusan kasasi atas nama Ichsan Suaidi, dalam perkara korupsi proyek pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur.

(Baca: Dituntut 13 Tahun Penjara, Pejabat MA Merasa Uang Suap Tak Terkait Jabatannya )

Penundaan diharapkan agar putusan kasasi tersebut tidak segera dieksekusi oleh jaksa dan memiliki waktu untuk mempersiapkan memori pengajuan peninjauan kembali (PK).

Kasus ini bermula saat Awang Lazuardi Embat yang merupakan pengacara Ichsan, menghubungi Andri dan meminta informasi terkait perkara kasasi Ichsan. Dalam pembicaraan tersebut, Awang yang sudah kenal dengan Andri, kemudian meminta agar pengiriman salinan putusan kasasi ditunda.

Didakwa menerima gratifikasi

Selain menerima suap, Andri juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp 500 juta. Pemberian uang Rp 500 juta tersebut diberikan oleh Asep Ruhiat, seorang pengacara di Pekanbaru.

Asep menyampaikan kepada Andri bahwa ia sedang menangani beberapa perkara di tingkat kasasi atau peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung. Kemudian, pada 1 Oktober 2015, Andri bertemu Asep di Summarecon Mall Serpong.

Asep meminta Andri memantau perkembangan perkara yang sedang ia tangani. Pada pertemuan tersebut, Andri menerima uang sebesar Rp 300 juta. Selanjutnya, pada November 2015, bertempat di Summarecon Mall, Andri kembali menerima uang sebesar Rp 150 juta dari Asep.

(Baca: Punya Penghasilan Rp 21 Juta, Pejabat MA Ini Habiskan Puluhan Juta Per Bulan)

Selain itu, Andri juga menerima uang dari pihak lain yang berperkara di tingkat kasasi dan PK, yang jumlahnya mencapai Rp 50 juta.

"Sejak menerima uang Rp 500 juta, terdakwa tidak melaporkannya kepada KPK, sampai batas waktu 30 hari, sebagaimana yang diatur dalam undang-undang," kata Jaksa.

Penyidik KPK menemukan uang Rp 500 juta di dalam tas koper biru yang disimpan di dalam kamar tidur Andri. Uang tersebut disita saat Andri ditangkap dalam kasus suap.

Atas perbuatannya, Andri didakwa melanggar Pasal 12 huruf a dan B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Kompas TV Kasus Korupsi Kembali Seret Pejabat
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Bos IKN Diduga Diminta Berhenti Terkait Investor, Bukan Inisiatif Mundur

Bos IKN Diduga Diminta Berhenti Terkait Investor, Bukan Inisiatif Mundur

Nasional
Wapres Yakin Ekonomi Syariah Tumbuh di Papua Barat Daya

Wapres Yakin Ekonomi Syariah Tumbuh di Papua Barat Daya

Nasional
Prabowo Temui Jokowi di Istana, Lapor Soal Kunjungan Luar Negeri

Prabowo Temui Jokowi di Istana, Lapor Soal Kunjungan Luar Negeri

Nasional
Pileg 2029, KPU Wajib Diskualifikasi Parpol yang Gagal Penuhi 30 Persen Caleg Perempuan

Pileg 2029, KPU Wajib Diskualifikasi Parpol yang Gagal Penuhi 30 Persen Caleg Perempuan

Nasional
Singgung Pemanggilan Hasto, Ribka: Ini Wajah Partai Lho, Masak Diam?

Singgung Pemanggilan Hasto, Ribka: Ini Wajah Partai Lho, Masak Diam?

Nasional
Sidang Lanjutan Dugaan Asusila, Ketua KPU dan Korban Kembali Satu Forum

Sidang Lanjutan Dugaan Asusila, Ketua KPU dan Korban Kembali Satu Forum

Nasional
Komisi I DPR Rapat soal Palestina, Prabowo Tak Hadir karena Ada Agenda dengan Jokowi

Komisi I DPR Rapat soal Palestina, Prabowo Tak Hadir karena Ada Agenda dengan Jokowi

Nasional
MK Anggap KPU Sengaja Abaikan Putusan MA soal Kuota 30 Persen Caleg Perempuan

MK Anggap KPU Sengaja Abaikan Putusan MA soal Kuota 30 Persen Caleg Perempuan

Nasional
Politisi PDI-P: Kebebasan Sudah Tidak Ada kalau RUU Polri Disahkan

Politisi PDI-P: Kebebasan Sudah Tidak Ada kalau RUU Polri Disahkan

Nasional
KPK Panggil Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto Jadi Saksi Harun Masiku Senin Pekan Depan

KPK Panggil Sekjen PDI-P Hasto Kristiyanto Jadi Saksi Harun Masiku Senin Pekan Depan

Nasional
MK Minta Pemilu Ulang di Gorontalo karena Daftar Caleg Perempuan Kurang dari 30 Persen

MK Minta Pemilu Ulang di Gorontalo karena Daftar Caleg Perempuan Kurang dari 30 Persen

Nasional
Kemendagri Sebut Realisasi Anggaran Pilkada 2024 Sudah Capai 31,12 Persen

Kemendagri Sebut Realisasi Anggaran Pilkada 2024 Sudah Capai 31,12 Persen

Nasional
PDI-P: Rakyat Jadi Obyek Elektoral, Sementara Tambang Dibagi-bagi

PDI-P: Rakyat Jadi Obyek Elektoral, Sementara Tambang Dibagi-bagi

Nasional
Konsisten Lakukan Upaya Dekarbonisasi, Antam Tetap Jadi Bagian Indeks ESG di IDX

Konsisten Lakukan Upaya Dekarbonisasi, Antam Tetap Jadi Bagian Indeks ESG di IDX

Nasional
Istana Bilang Belum Tahu soal Demo Buruh Tolak Tapera

Istana Bilang Belum Tahu soal Demo Buruh Tolak Tapera

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com