Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

DPR Tunda Pengesahan Perppu Kebiri Jadi UU

Kompas.com - 23/08/2016, 16:52 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat menunda pengesahan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak yang sedianya disahkan menjadi Undang-Undang dalam sidang paripurna, Selasa (23/8/2016).

Dalam pembahasan di persidangan, belum semua fraksi menyetujui Perppu tersebut dijadikan UU atas sejumlah alasan.

"Kesepakatan lobi pimpinan fraksi dan pimpinan sidang, kami beri kesempatan pemerintah untuk melengkapi hasil pembahasan tingkat satu dari pimpinan pansus dan kami akan agendakan kembali pada persidangan yang akan datang," kata Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/8/2016).

Ia meyakini tak ada fraksi yang tak menyetujui jika Perppu tersebut disahkan menjadi UU. Hanya, perlu kehati-hatian agar UU tersebut dapat dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat.

Mekanisme voting, menurut Taufik, juga dianggap tak elok karena akan mengesankan ada pertentangan. Padahal, pertentangan yang ada hanyalah berkaitan dengan kurang lengkapnya rincian dalam pasal-pasal yang ada.

"Kalau setuju ya setuju. Tolak ya tolak. Jangan sampai ini jadi seolah ada pertentangan," ujar Politisi Partai Amanat Nasional itu.

Pembahasan sempat terjadi cukup alot, Taufik sebagai pimpinan sidang memanggil perwakilan fraksi untuk melakukan lobi dengan pimpinan DPR untuk menentukan keputusan.

Hasil kesepakatan, DPR menunda pengesahan Perppu tersebut menjadi UU.

Catatan

Salah satu fraksi yang masih tidak menyetujui Perppu tersebut adalah Fraksi Gerindra. Sejumlah catatan diberikan meski Gerindra sebetulnya juga menyetujui bahwa hukuman terhadap kekerasan seksual harus dijatuhi maksimal.

"Ada beberapa catatan dan bisa menjadi kekurangan yang cukup fatal kalau tidak diperbaiki," ujar Anggota Komisi VIII dari Fraksi Gerindra Rahayu Saraswati Djojohadikusumo.

Salah satu catatan tersebut adalah berkaitan dengan implementasi hukuman tambahan bagi pelaku kekerasan seksual dan anggarannya.

Pihaknya mengkhawatirkan regulasi yang ditujukan untuk mencari solusi tersebut justru salah sasaran.

"Hukuman kebiri kimiawi diberikan setelah terpidana menyelesaikan hukuman pokok. Setelah keluar lapas. Pertanyaannya, apakah pelaku akan berkeliaran di masyarakat selama menjalani hukuman atau di tempat rehabilitasi? Kalau di tempat rehabilitasi, berapa biaya yang harus dikeluarkan?" tanya Rahayu.

"Kalau ada satgas khusus yang tugasnya memaksa dosis (suntikan kebiri kimiawi) yang harus diberikan, berapa biayanya? Bagaimana pula pemerintah menjamin chip yang ditanamkan tidak dikeluarkan paksa oleh pelaku atau oleh tenaga medis yang dipaksa oleh pelaku?" sambungnya.

Halaman:


Terkini Lainnya

Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

Imigrasi Tangkap DPO Penyelundupan Manusia, Kerjasama dengan Istri Pelaku

Nasional
Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

Canangkan Gerakan Literasi Desa, Wapres Ingin SDM Indonesia Unggul

Nasional
DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

Nasional
Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

Nasional
Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Nasional
Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Nasional
Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

Nasional
Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

Nasional
Soal RUU Penyiaran, Setara Institute: DPR dan Pemerintah Harus Perluas Partisipasi Publik

Soal RUU Penyiaran, Setara Institute: DPR dan Pemerintah Harus Perluas Partisipasi Publik

Nasional
PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

Nasional
Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Nasional
Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Nasional
Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com