JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Mulyono menyatakan kesiapan seluruh pasukan TNI Angkatan Darat jika sewaktu-waktu Panglima TNI memerintahkan pelaksanaan operasi militer dalam membebaskan 10 WNI yang disandera kelompok bersenjata Abu Sayyaf.
"Saya sudah siapkan pasukan manakala TNI AD diperintahkan untuk melakukan operasi militer," ujar Mulyono saat ditemui usai menghadiri acara peluncuran buku "Pengabdian Prajurit Kartika", di Balai Kartini, Jakarta Selatan, Rabu (10/8/2016).
Mulyono menuturkan, sejak tersiar kabar adanya kabar warga negara Indonesia yang menjadi korban penyanderaan, dia telah menyiagakan satuan Komando Pasukan Khusus (Kopassus), Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Kostrad) dan alat utama sistem persenjataan (alutsista).
"Kopassus, Kostrad dan alutsista sudah disiapkan. Pasukan saya sudah siap dan siaga, tinggal go," ungkap dia.
(Baca: Empat Militan Abu Sayyaf Dibunuh MNLF demi Menjamin Pembebasan 7 WNI)
Dia pun menjelaskan bahwa selama ini TNI tidak bisa segera melakukan operasi militer sebab terhalang oleh batas wilayah kedaulatan negara lain.
Menurut dia, angkatan bersenjata Indonesia, Filipina, dan Malaysia telah membuat konsep bagaimana membebaskan para sandera dan upaya antisipasi agar peristiwa penyanderaan tidak terjadi kembali.
"Sandera kan banyak konteksnya. Tidak hanya tentara. Sudah ada konsep bagaimana membebaskan dan antisipasi," kata Mulyono.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan RI, Malaysia dan Filipina menggelar pertemuan The 3rd Trilateral Defence Minister di Nusa Dua, Bali, Selasa (2/8/2016) untuk membahas langkah-langkah pengamanan wilayah maritim di Laut Sulu.
(Baca: Jokowi Akui Sulit Bebaskan Sandera WNI di Filipina)
Dalam pertemuan tersebut Menteri Pertahanan RI Ryamizard Ryacudu, Menhan Malaysia Dato' Seri Hishammudin Tun Hussein dan Menhan Filipina Delfin N. Lorenzana akan membahas lebih lanjut hasil pertemuan staf militer bidang intelijen dan operasi.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menegaskan pentingnya implementasi dari kerjasama trilateral dalam bentuk praktik di lapangan secara terkoordinasi terkait upaya pengamanan wilayah maritim.
"Kerja sama ini berguna dalam menghadapi tantangan keamanan perairan perbatasan yang belakangan ini mulai marak gangguan," ujar Ryamizard seperti dikutip dari siaran pers Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan RI, Selasa (2/8/2016).
(Baca: Wiranto Sebut Pemerintah Telah Ingatkan WNI Jauhi Wilayah Rawan Penyanderaan)
Adapun langkah-langkah tersebut di antaranya berupa jaminan keamanan maritim terhadap ancaman terorisme, kejahatan lintas negara, perdagangan manusia, pengungsi dan perdagangan narkoba.
Selain itu, diungkapkan juga langkah mengenai implementasi Patroli Maritim Trilateral dan pembicaraan mengenai adanya operasi militer bersama di wilayah darat.
Kesepakatan berawal dari usulan pihak Indonesia terkait upaya pembebasan warga negara Indonesia yang disandera oleh kelompok Abu Sayyaf.
Ryamizard pun mengusulkan adanya latihan bersama baik laut maupun darat, pembentukan posko militer bersama untuk mempermudah koordinasi, distribusi informasi dan data intelijen.
"Dengan ditandatanganinya SOP Patroli Maritim Trilateral diharapkan bisa mengatasi masalah keamanan maritim dan meningkatkan komunikasi informasi intelijen serta patroli di wilayah masing-masing," kata Ryamizard.