Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menko Polhukam Minta Keluarga Tak Cepat Percaya Informasi dari Kelompok Abu Sayyaf

Kompas.com - 04/08/2016, 13:32 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto meminta pihak keluarga maupun masyarakat agar tidak terpengaruh kabar dari kelompok Abu Sayyaf yang mengatakan warga negara Indonesia yang disandera mengalami sakit keras.

Wiranto menegaskan bahwa tidak semua pernyataan yang dilontarkan oleh kelompok Abu Sayyaf bisa dipercaya.

"Saya sudah bertemu dengan pihak keluarga. Segala macam informasi itu dari mereka (penyandera). Jangan terpengaruhlah," ujar Wiranto usai menghadiri acara pembukaan rakornas tim Pengendalian Inflasi Daerah, di Jakarta, Kamis (4/8/2016).

(Baca: Tak Diberi Makanan Layak, 4 Sandera Abu Sayyaf Dikabarkan Sakit Keras)

Selain itu, Wiranto juga menuturkan saat ini pemerintah tengah fokus pada operasi pembebasan sandera bersama dengan pemerintah Filipina. Pemerintah pun tidak akan menanggapi ancaman yang dilontarkan oleh Abu Sayyaf terkait permintaan tebusan sandera.

"Pemerintah yang berdaulat masa disetir sama perampok-perampok itu, yang penting operasi pembebasan sandera terus berjalan," kata Wiranto.

Sebelumnya empat dari tujuh WNI yang disandera militansi Abu Sayyaf dikabarkan sakit keras, lantaran kekurangan pasokan bahan makanan. Karena kondisi tersebut, para penyandera mengizinkan sandera untuk berkomunikasi dengan keluarga untuk menekan pemerintah membayar uang tebusan secepatnya.

(Baca: Uang Tebusan Tak Dibayar, Penyandera WNI Ancam Bunuh Kru Kapal Charles)

Salah satu keluarga sandera, Risna, mengatakan, sepupunya, M Sofyan yang kini menjadi salah satu tawanan kelompok Abu Sayyaf terus mengabarinya bahwa dia tengah sakit di bagian lambung.

"Anak dan istri Sofyan ada di Makassar. Saya di Samarinda bertetangga dengan Sofyan karena suami saya juga bekerja di PT PP Rusianto Bersaudara. Sofyan sudah menghubungi saya dan keluarga yang lain. Di sana mereka kekurangan makanan, jatah makanan harus berbagi dan kadang tidak makan," kata Risna, Selasa (2/8/2016).

Risna menjelaskan, dari cerita Sofyan, ada dua rekan lain yang menderita sakit parah. Mereka adalah M Nasir dan M Robin. M Nasir menderita luka infeksi di kaki, sementara Robin sudah sangat lemah dan kesulitan berbicara.

(Baca: Penyandera Empat ABK WNI Minta Tebusan Sekitar Rp 60 M)

Sementara itu pihak perusahaan pemilik kapal, PT PP Rusianto Bersaudara, masih terus mengupayakan pembebasan tujuh ABK TB Charles yang disandera kelompok militansi Abu Sayyaf. Pihak perusahaan kini tengah melakukan negosiasi uang tebusan, karena jumlah Rp 60 miliar yang diminta masih dirasa berat.

Perwakilan Humas PT PP Rusianto, Taufiq Qurrahman mengatakan, negosiasi harga sudah mereka lakukan sejak dulu, namun antara penyandera dan pihak perusahaan belum mencapai kesepakatan.

"Dari awal kami sudah terus upayakan, termasuk negosiasi. Tapi belum mencapai kesepakatan," kata Taufiq, Selasa (2/8/2016).

Kompas TV Keluarga Sandera Abu Sayyaf Datangi Kemenlu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Saksi Mengaku Pernah Ditagih Uang Pembelian Senjata oleh Ajudan SYL

Nasional
Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Polri Sita Aset Senilai Rp 432,2 Miliar Milik Gembong Narkoba Fredy Pratama

Nasional
Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Pesawat Super Hercules Kelima Pesanan Indonesia Dijadwalkan Tiba di Indonesia 17 Mei 2024

Nasional
Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Daftar Sementara Negara Peserta Super Garuda Shield 2024, dari Amerika hingga Belanda

Nasional
Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Profil Haerul Amri, Legislator Fraksi Nasdem yang Meninggal Ketika Kunker di Palembang

Nasional
Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Demokrat Minta Golkar, Gerindra, PAN Sepakati Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

SYL Beli Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta Pakai Uang Hasil Memeras Anak Buah

Nasional
Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Anggota Komisi X DPR Haerul Amri Meninggal Saat Kunjungan Kerja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com