JAKARTA, KOMPAS.com - Chairman Agung Sedayu Group Sugianto Kusuma alias Aguan diduga ingin menurunkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) di pulau reklamasi, untuk mengurangi beban tambahan kontribusi sebesar 15 persen.
Aguan yang menjadi saksi dalam sidang kasus suap terkait rancangan peraturan daerah tentang reklamasi, mengakui adanya permintaan yang ia sampaikan mengenai penentuan besaran NJOP.
Aguan menyampaikan permintaan tersebut kepada Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi dan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta, Mohamad Taufik.
Menurut Aguan, saat bertemu dengan Prasetio, ia mengutarakan bahwa besaran NJOP yang diusulkan Pemprov DKI terlalu tinggi.
(baca: Penjelasan Ahok soal Payung Hukum Tentukan Tambahan Kontribusi)
Menurut dia, usulan besaran NJOP tersebut ikut dibahas dalam pembahasan soal kontribusi yang dimuat dalam Raperda.
"Saya juga tidak tahu kenapa Pemda masukin itu dalam pembahasan, setahu saya NJOP harus ada tim khusus. Bicara NJOP, kalau misal dia beri harga Rp 20 juta, itu gila," ujar Aguan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (27/7/2016).
Menurut Aguan, tidak adil jika Pemprov DKI menentukan besaran NJOP secara sepihak. Apalagi, penentuan NJOP menggunakan formula perhitungan oleh tim khusus.
"Saya kasih contoh, saya tinggal di PIK (Pantai Indah Kapuk) itu paling elit, tahun ini baru Rp 15 juta, kalau diambil Rp 20 juta, gila enggak masuk akal," kata Aguan.
(baca: Ahok Berang Disudutkan Pegawai DKI soal Kontribusi Tambahan 15 Persen)
Nilai NJOP akan berpengaruh pada besaran nilai tambahan kontribusi sebesar 15 persen yang telah diusulkan Pemprov DKI.
Dalam usulan tersebut, pengembang reklamasi akan dibebankan tambahan kontribusi dengan perhitungan 15 persen x NJOP x luas lahan yang dapat dijual.
Aguan mengakui bahwa beban pengembang cukup besar dengan tambahan kontribusi tersebut.
(baca: Jaksa Nilai Ahok Keliru soal Dasar Hukum Tentukan Tambahan Kontribusi)
Diperkirakan, dalam setahun Pemprov DKI mendapatkan Rp 43 triliun dari pengembang.
Jaksa Penuntut dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri menilai, pernyataan Aguan tersebut semakin membenarkan bahwa pengembang merasa keberatan dengan tambahan kontribusi yang diusulkan Pemprov DKI.