Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Usut Vaksin Palsu, Komisi IX DPR Sepakat Bentuk Tim Pengawas Khusus

Kompas.com - 15/07/2016, 08:35 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi IX DPR menyepakati akan membentuk tim pengawas khusus terkait pengusutan kasus vaksin palsu. Kesimpulan tersebut diambil pada rapat kerja komisi bersama lintas instansi di Kompleks Parlemen, Kamis (14/7/2016) malam.

"Dalam rangka pengawasan terhadap peredaran vaksin dan obat di seluruh Indonesia, maka Komisi IX DPR RI akan membentuk tim pengawas, panitia kerja, atau panitia khusus peredaran vaksin dan obat yang akan disepakati dalam rapat internal Komisi IX DPR RI," ujar  Wakil Ketua Komisi IX DPR Syamsul Bachri saat membacakan kesimpulan rapat.

Hadir dalam rapat tersebut semua pucuk pimpinan Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Bareskrim Polri, Biofarma, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dan Satgas Penanganan Vaksin Palsu.

(Baca: Ini 14 Rumah Sakit yang Pakai Vaksin Palsu)

Selain membentuk tim pengawas dari Komisi IX DPR, rapat juga menghasilkan desakan agar Menteri Kesehatan merevisi Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.

Selain itu, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 58 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2016 tentang Penyelenggaraan Mutu Obat pada Instalasi Farmasi Pemerintah.

Revisi tersebut diminta agar diselesaikan dalam waktu 15 hari kerja dengan melibatkan BPOM dan konsultasi dengan Komisi IX.

Sebelum adanya hasil revisi dalam jangka waktu 15 hari tersebut, lanjut Syamsul, penerapan semua regulasi itu harus berkonsultasi dengan Komisi IX DPR Rl.

(Baca: Delapan Bidan Juga Gunakan Vaksin Palsu, Ini Daftarnya...)

"Ketiga, Komisi IX mendesak Badan POM RI untuk meningkatkan kinerja dalam pengawasan peredaran obat dan makanan di Indonesia," tutur politisi Partai Golkar itu.

Komisi IX juga meminta Bareskrim Polri untuk meningkatkan kinerja dalam pengungkapan jaringan pemalsu vaksin palsu dan melakukan penegakan hukum sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. 

Begitu pun Satgas Penanggulangan Vaksin Palsu, lanjut Syamsul, didesak untuk mengintensifkan kinerja dan melakukan penegakan hukum dalam rangka penanggulangan peredaran vaksin palsu di Indonesia serta memberikan laporan secara tertulis kepada Komisi IX DPR RI. 

Komisi IX juga mendorong agar Kemenkes mengkaji usulan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia agar melakukan pemeriksaan antibodi anak terduga penerima vaksin palsu.

(Baca: Ada 20 Tersangka Kasus Vaksin Palsu, Termasuk Bidan, Dokter, dan Pemilik Apotek)

"Tujuh, meminta Kementerian Kesehatan RI untuk berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terkait pengelolaan limbah rumah sakit secara benar dan aman demi menjamin kesehatan dan keselamatan masyarakat," kata Syamsul.

Sebelumnya, Kementerian Kesehatan mengungkap secara resmi data 14 rumah sakit yang menggunakan vaksin palsu dan delapan bidan yang juga turut menggunakan vaksin itu. Total ada 37 fasilitas layanan kesehatan masyarakat yang diketahui menggunakan vaksin palsu.

Ada 20 orang tersangka yang telah ditetapkan oleh Badan Reserese Kriminal Polri. Mereka terdiri dari dokter, kepala rumah sakit, bidan, pemilik apotek, perawat, distributor vaksin palsu, hingga produsen vaksin palsu.

Kompas TV 14 RS Terima Distribusi Vaksin Palsu
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com