Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY Desak MA Cari Jalan Keluar Maraknya Suap di Lembaga Peradilan

Kompas.com - 02/07/2016, 12:08 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Juru bicara Komisi Yudisial (KY) Farid Wajdi mengatakan pemberantasan korupsi memerlukan peradilan yang bersih. KY mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menindak aparatur peradilan yang korup. 

"Membersihkan korupsi harus berada di peradilan yang benar-benar bersih," kata Farid melalui pesan singkat yang diterima di Jakarta, Sabtu (2/7/2016).

Pernyataan itu dilontarkan Farid menanggapi kasus penangkapan panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Muhammad Santoso oleh KPK dalam operasi tangkap tangan pada Kamis (30/6/2016).

(Baca: Peneliti ICW Minta Ketua MA Mundur karena Tak Tegas Berantas Mafia Peradilan)

Farid kemudian menganologikan korupsi ibarat kotoran yang hanya bisa dibersihkan dengan sapu yang bersih. "Sapu kotor justru membuat kondisi makin kotor, jadi semakin terpuruk," ujar Farid.

Oleh sebab itu KY kemudian berharap supaya pimpinan Mahkamah Agung (MA) dapat memimpin upaya bersih-bersih dan pembenahan supaya kasus serupa tidak kembali berulang. MA juga mesti mencari jalan keluar agar tak ada lagi praktek suap yang dilakukan aparatur peradilan. 

"MA harus mampu meyakinkan dirinya dan publik bahwa perbuatan merendahkan profesi dan lembaga peradilan adalah perbuatan tercela dan juga biang pengkhianatan yang harus dicari jalan ke luarnya," pungkas Farid.

Sebelumnya pada jumpa pers di Gedung MA pada Kamis (30/6), Ketua MA Hatta Ali menegaskan bahwa pihaknya tidak akan memberikan toleransi bagi seluruh aparat pengadilan yang terbukti melakukan pelanggaran dan menyelewengkan wewenang dan jabatan.

Lebih lanjut, Hatta juga mengatakan bahwa pihaknya berterima kasih karena kritik dan tanggapan masyarakat yang kemudian membuat MA semakin waspada dalam melaksanakan tugas.

Seperti diketahui, KPK menangkap Santoso dan seorang staf pengacara pada Kamis (30/6/2016). Keesokan harinya, Santoso ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.

Selain Santoso, seorang pengacara bernama Raoul Adhitya Wiranatakusumah serta staf Raoul, Ahmad Yani, juga menjadi tersangka.

Diduga Raoul memberi uang suap kepada Santoso melalui Yani. KPK menemukan uang senilai 25.000 dolar dan 3.000 dolar dalam sebuah amplop dari tangan Santoso yang ditangkap ketika sedang menumpang ojek.

(Baca: KY Ungkap Banyak Kasus yang Libatkan Panitera Jadi Mafia Peradilan)

Sebagai tersangka penerima suap, Santoso dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau c atau Pasal 11Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. 

Sementara RAW dan AY, yang diduga pemberi suap, disangkakan Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto 55 ayat 1 ke 1 KUHP. 

Penangkapan panitera di PN Jakarta Pusat sudah dua kali terjadi. Sebelumnya, pada 20 April lalu, KPK menangkap Edy Nasution, panitera PN Jakarta Pusat, terkait suap pengurusan sengketa perdata anak perusahaan Grup Lippo.

Dari Januari hingga Juni 2016, KPK 10 kali melakukan OTT. Lima di antaranya melibatkan aparatur pengadilan, dari hakim, panitera, hingga pejabat MA.

Kompas TV KPK Tangkap 3 Panitera dalam 3 Bulan

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Jasa Raharja Santuni Seluruh Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Jasa Raharja Santuni Seluruh Korban Kecelakaan Bus Pariwisata di Subang  

Nasional
Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Soal Waktu, Komunikasi Tidak Mandek

Soal Rencana Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Soal Waktu, Komunikasi Tidak Mandek

Nasional
Bus Rombongan Siswa SMK Terguling di Subang, Kemendikbud Minta Sekolah Prioritaskan Keselamatan dalam Berkegiatan

Bus Rombongan Siswa SMK Terguling di Subang, Kemendikbud Minta Sekolah Prioritaskan Keselamatan dalam Berkegiatan

Nasional
Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Saat DPR Bantah Dapat Kuota KIP Kuliah dan Klaim Hanya Distribusi...

Nasional
Hari Kedua Kunker di Sultra, Jokowi Akan Tinjau RSUD dan Resmikan Jalan

Hari Kedua Kunker di Sultra, Jokowi Akan Tinjau RSUD dan Resmikan Jalan

Nasional
Serba-serbi Isu Anies pada Pilkada DKI: Antara Jadi 'King Maker' atau Maju Lagi

Serba-serbi Isu Anies pada Pilkada DKI: Antara Jadi "King Maker" atau Maju Lagi

Nasional
Diresmikan Presiden Jokowi, IDTH Jadi Laboratorium Pengujian Perangkat Digital Terbesar dan Terlengkap Se-Asia Tenggara

Diresmikan Presiden Jokowi, IDTH Jadi Laboratorium Pengujian Perangkat Digital Terbesar dan Terlengkap Se-Asia Tenggara

Nasional
Hujan Lebat yang Bawa Material Vulkanis Gunung Marapi Perparah Banjir di Sebagian Sumbar

Hujan Lebat yang Bawa Material Vulkanis Gunung Marapi Perparah Banjir di Sebagian Sumbar

Nasional
Pemerintah Saudi Tambah Layanan 'Fast Track' Jemaah Haji Indonesia

Pemerintah Saudi Tambah Layanan "Fast Track" Jemaah Haji Indonesia

Nasional
Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Banjir Luluh Lantakkan Sebagian Sumatera Barat, Lebih dari 40 Orang Tewas

Nasional
Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Berkaca Kecelakaan di Ciater, Polisi Imbau Masyarakat Cek Dulu Izin dan Kondisi Bus Pariwisata

Nasional
Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Dugaan SYL Memeras Anak Buah dan Upaya KPK Hadirkan 3 Dirjen Kementan Jadi Saksi

Nasional
Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Jokowi Santap Nasi Goreng dan Sapa Warga di Sultra

Nasional
Prabowo Klaim Serasa Kubu 'Petahana' Saat Pilpres dan Terbantu Gibran

Prabowo Klaim Serasa Kubu "Petahana" Saat Pilpres dan Terbantu Gibran

Nasional
Prabowo Mengaku Diuntungkan 'Efek Jokowi' dalam Menangi Pilpres

Prabowo Mengaku Diuntungkan "Efek Jokowi" dalam Menangi Pilpres

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com