Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kata Wiranto soal Dugaan Kecurangan Pengumpulan KTP

Kompas.com - 22/06/2016, 20:39 WIB
Dani Prabowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan penanggung jawab (PJ) pengumpul KTP "Teman Ahok", Paulus Romindo, mengungkap adanya praktik kecurangan di balik pengumpulan KTP dukungan bagi bakal calon gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

KTP itu diperlukan Ahok sebagai syarat untuk maju melalui jalur independen. Menurut Paulus, ada upaya untuk mengumpulkan KTP yang sama dua kali. Sehingga, terjadi praktik KTP ganda.

Menanggapi hal tersebut, apa kata Ketua Umum Partai Hanura, Wiranto?

"Ya, kalau lewat parpol (masalah KTP ganda) enggak ada masalah," kata Wiranto usai menghadiri acara buka puasa bersama di kediaman Ketua DPD Irman Gusman, Rabu (22/6/2016) malam.

(Baca: Pengumpul Data KTP "Teman Ahok" Mengaku Lakukan Kecurangan)

Wiranto mengatakan, sejak awal partainya dan komunitas relawan "Teman Ahok" sepakat untuk mendukung calon petahana itu mencalonkan diri melalui jalur independen atau perorangan.

Kendati demikian, apabila Ahok ingin berbalik arah dan maju melalui jalur partai politik, dirinya tak mempersoalkan. "Kalau nanti dari independen banyak kesulitan, justru dari parpol enggak masalah," ujarnya.

Ia menambahkan, bahwa tidak ada klaim jika Ahok harus mempertahankan posisinya untuk maju melalui jalur perorangan. "Intinya, antara teman Ahok dan parpol pendukung Ahok sepakat bahwa yang penting Ahok bisa maju," kata dia.

Selain mengungkap praktik kecurangan, Paulus juga menyebut adanya fee yang diterima para relawan. Untuk level PJ, dirinya dibayar Rp 500.000 apabila mampu mengumpulkan 140 KTP setiap minggunnya.

Besaran fee itu disepakati di dalam surat kuasa perjanjian sebelumnya. "Kami yang bahasanya gratis, kami dibayar.

Sistem pembayarannya kami eks-"Teman Ahok" ini ditarget 140 KTP per minggu dan menyetor ke pusat mendapat Rp 500.000 per minggu," kata Paulus di Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (22/6/2016).

(Baca: Pengumpul Data KTP "Teman Ahok" Dibayar Rp 500.000 Setiap Dapat 140 Data)

Nominal ditambah Rp 500.000 pada minggu keempat. Uang tersebut dianggap sebagai pengganti pulsa. "Artinya satu bulan kita dapat Rp 2,5 juta," kata Paulus.

Sementara itu, Paulus juga mengungkapkan ada perbedaan nominal gaji untuk koordinator posko (korpos), atau atasannya. Korpos membawahi lima hingga sepuluh PJ.

"Honornya kalau kami memenuhi target. Setiap bulan dapat Rp 500.000. Kalau mereka megang lima sampai 10 PJ, yakmi Rp 2,5 juta sampai Rp 10 juta per bulan," kata Paulus.

Menurut Paulus, ia merasa bekerja di bawah perusahaan. Pasalnya, ada kontrak, honor dan target.

Kompas TV Eks Teman Ahok Ungkap Modus Pengumpulan KTP
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com