JAKARTA, KOMPAS.com — Juru Bicara "Teman Ahok", Amalia Ayuningtyas, mengatakan bahwa pihaknya bersama sejumlah elemen masyarakat akan mengajukan gugatan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Revisi UU Pilkada, Jumat (17/6/2016).
Amalia memperkirakan, elemen masyarakat ini akan mendatangi Gedung MK sekitar pukul 13.00 WIB. Peninjauan kembali ini, kata dia, diinisiasi oleh Ketua Umum Gerakan Nasional Calon Independen (GNCI) Fadjroel Rachman.
"Sebenarnya, yang mengajukan judicial review difasilitasi oleh GNCI. Kami salah satu pesertanya. Jadi, kami ikut, bukan diinisiasi oleh Teman Ahok," ujar Amalia saat dihubungi Kompas.com, Jumat.
(Baca: "Teman Ahok": Kenapa Verifikasi Faktual Dipaksa Tiga Hari?)
Selain Teman Ahok, kata Amalia, organisasi kemasyarakatan Kebangkitan Indonesia Baru (KIB) juga turut menjadi peserta yang ikut dalam gugatan hari ini.
Terkait substansi yang digugat dalam UU Pilkada, Amalia belum bisa memastikan. Namun, dari pembicaraan mereka sebelumnya, ada dua pasal yang dipersoalkan, yakni Pasal 41 dan Pasal 48 UU Pilkada.
"Kalau berdasarkan materinya, kemarin sih, Pasal 41 dan 48 (UU Pilkada)," kata dia.
Pasal 41
Pasal 41 dalam UU Pilkada berisikan syarat dukungan minimal yang harus dikantongi calon independen. Pada UU Pilkada kali ini, patokan syarat dukungan minimal diambil dari persentase terhadap daftar pemilih tetap pemilu sebelumnya, bukan jumlah penduduk secara nyata sehingga jumlah dukungan minimal pun akan lebih rendah.
Adapun ketentuan persentasenya ialah untuk wilayah dengan jumlah penduduk sampai 2 juta. Syarat dukungan minimal 10 persen dari DPT pemilu sebelumnya. Sementara itu, untuk wilayah dengan jumlah penduduk 2-6 juta, syarat dukungannya menjadi 8,5 persen dari DPT sebelumnya.
Untuk wilayah dengan jumlah penduduk 6-12 juta, syarat dukungannya 7,5 persen dari DPT sebelumnya. Wilayah dengan jumlah penduduk di atas 12 juta, syarat dukungannya 6,5 persen dari DPT sebelumnya.
Pasal 48
Sementara itu, Pasal 48 UU Pilkada berisikan pengaturan verifikasi faktual terhadap dukungan calon perseorangan. Kelompok pendukung Ahok mempersoalkan pasal ini karena memuat
tenggat waktu tiga hari bagi pendukung calon perseorangan yang tidak dapat ditemui petugas verifikasi faktual KPU.
Ada dua jenis verifikasi yang diatur dalam Pasal 48 UU Pilkada. Pertama adalah verifikasi administrasi yang dilakukan KPU tingkat provinsi/kabupaten/kota dibantu oleh Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS).
Kedua adalah verifikasi faktual dengan metode sensus dengan menemui langsung setiap pendukung calon yang menyerahkan KTP-nya. Jika pendukung calon tak bisa ditemui, pasangan calon diberi kesempatan untuk menghadirkan mereka di Kantor PPS.
Namun, jika pasangan calon tak bisa menghadirkan pendukung mereka ke Kantor PPS dalam 3 hari, dukungan calon dinyatakan tidak memenuhi syarat.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.